Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Muladno membantah tuduhan kartel oleh KPPU. Dia menjelaskan bahwa kesepakatan afkir dini terhadap enam juta indukan ayam lantaran harga pokok produksi (HPP) anjlok.
Saat ini, harga ayam hidup (live bird) di tingkat peternak sebesar Rp10 ribu-Rp12 ribu per ekor atau lebih rendah ketimbang HPP yang ditetapkan sebesar Rp19 ribu per ekor. Rendahnya harga live bird karena jumlah bibit ayam (day old chicken/DOC) yang terus melonjak akibat adanya impor moyang indukan ayam (grand parent stock/GPS) yang pada tahun lalu sebanyak 665 ribu ekor.
"Proses (pembicaraannya) panjang beberapa kali pertemuan tim ad hoc dengan para perusahaan. Itu untuk menjawab jeritan peternak kecil kerena harga ayam di kandang di bawah HPP karena kebanyakan ayam," kata Muladno ketika dihubungi, di Jakarta, Senin (7/3/2016).
Lebih lanjut, jumlah GPS dan buyut moyang indukan ayam (great grand parent stock/GGPS) yang ada sekarang sebanyak 800 ribu ekor dan menghasilkan PS sekitar 30-32 juta ekor. Total indukan ayam itu per tahunnya menghasilkan DOC sebanyak 3,9 miliar atau 75 juta ekor dalam seminggu.
Di sisi lain, kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia hanya 2,6 miliar atau 50 juta ekor per minggu. Kebutuhan itu bisa ditutupi dengan jumlah PS sebanyak 20 juta. Artinya ada kelebihan DOC sebanyak 1,3 miliar per tahun atau 25 juta seminggu dan kelebihan PS sebanyak 10 juta.
"Saya pelajari yah memang kelebihan. satu-satumya cara afkir dini yang memang secara teknis saya tidaktahu. Tetapi afkir dini adalah salah satu (solusi) paling cepat (menaikan HPP) di tingkat peternak kecil dan besar," tegas Muladno.
Sebelumnya, KPPU menghentikan afkir dini yang dilakukan 12 peternak dalam menekan jumlah DOC karena dinilai suatu tindakan kartel. Ini dilakukan karena Kementan tidak memiliki dasar hukum yang jelas untuk memberikan arahan dalam afkir dini indukan ayam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News