"Dengan menciptakan nilai tambah dari bahan mentah, kita bisa menciptakan lapangan kerja dan mencegah defisit," kata dia dalam diskusi di Gedung Bappenas, Rabu, 14 November 2018.
Bambang merujuk pada Indonesia yang punya potensi besar di sektor maritim dan pertanian. Hal ini yang seharusnya dimaksimalkan.
"Waktu ke Laos saya minum air kelapa, saya kira produsennya dari Indonesia, ternyata dari Filipina. Waktu di Australia, produsen air kelapa dari Srilanka. Saya pikir kenapa kita tidak jadi produsen air kelapa juga, padahal kita punya potensi untuk bersaing," paparnya.
Bambang juga menyayangkan Indonesia pernah menjadi pengekspor udang terbesar pada 1990. Namun, status itu sudah tidak terdengar lagi.
"Itu artinya daya saing kita menurun. Padahal kalau terus ditingkatkan, bisa mengurangi defisit transaksi berjalan," tambah dia.
Dalam rancangan RPJMN 2020-2024, Bambang mendorong pemaksimalan industri pengolahan makanan dari sektor perikanan. Seperti diketahui, FAO memprediksi pasar seafood dunia pada 2024 mencapai 240 juta ton, yang mana 160 juta ton di antaranya adalah dari perikanan budidaya.
Adapun pada 2017, produksi perikanan tangkap mencapai 6,8 juta ton, sedangkan produksi perikanan budidaya sebesar 16,1 juta ton dengan rincian 5,65 juta ton ikan dan 10,45 juta ton rumput laut.
"Jangan sampai ini hanya jadi konsumsi dalam negeri. Harus diekspor dan diolah supaya ada nilai tambahnya," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News