Karena berorientasi bisnis, Bulog tidak diutamakan untuk menyuplai beras pada program tersebut. Alhasil program BPNT pun hanya diciptakan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku usaha swasta yang haus akan keuntungan besar.
Padahal, menurut pria yang akrab disapa Buwas itu, sesuai namanya, BPNT adalah program bantuan, murni untuk kepentingan rakyat yang semestinya tidak memperhitungkan laba rugi. Selain penyaluran, Bulog pun hadir untuk mengatasi penyerapan gabah petani dari keterpurukan harga saat panen raya.
"Tapi mereka lupa kalau ini tugas, pengabdian kepada negara. Mereka berpikir ini hanya soal bisnis. Akhirnya mereka kerja sama dengan penyuplai swasta," ujar Budi ditemui di gedung Bulog Corporate University, Jakarta Selatan, Selasa, 2 Juli 2019.
Jika mengedepankan kepentingan negara, ia mengatakan semestinya beras untuk program BPNT disuplai Perum Bulog. Pasalnya, sebagian besar beras yang dimiliki Bulog berasal dari rakyat dan program bantuan juga sepenuhnya untuk rakyat.
"Tapi kan ada yang pemahamannya tidak seperti itu. Ada tarik ulur di kementerian terkait, padahal Bulog itu bertugas untuk negara, kita tidak punya kepentingan apa-apa," ucapnya.
Selain itu, semangat untuk terus mendukung penuh dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Sehingga penyerapan dan penyaluran pangan perlu seimbang.
"Bulog itu berkaitan dengan lembaga dan kementrian yang lain, kalau tidak sinergi tidak akan berhasil dan sistem ini harus terbangun," tuturnya.
Program BPNT sendiri digagas oleh Kementerian Sosial sebagai pengganti program Bantuan Sosial Beras Sejahtera (Rastra). Saat itu seluruh beras yang disuplai berasal dari Bulog sehingga tidak ada celah bagi pihak lain masuk, terlibat dan mengambil keuntungan di dalamnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News