"Tantangan dalam penerapan smart city diantaranya adalah pendanaan," ujar Executive Board CSID Suyono Dikun, dalam seminar bertajuk 'Sustainable Infrastructure: Financing Smart City Development', di Hotel Crowne Plaza, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (28/1/2016).
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) untuk 2015-2019 estimasi kebutuhan investasi infrastruktur sebesar Rp5.519,4 triliun. Sedangkan APBN dan APBD hanya memiliki kapasitas sebanyak 50,02 persen dari kebutuhan investasi infrastruktur tersebut.
"Kapasitas BUMN sebanyak 19,32 persen dan swasta sebanyak 30,66 persen. Untuk itu, perlu adanya beberapa alternatif model pendanaan yang dapat digunakan pemerintah daerah untuk mendanai pembangunan infrastruktur smart city tersebut," jelas dia.
Namun demikian, ia menambahkan, alternatif yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk membiayai pembangunan smart city adalah melalui obligasi daerah ataupun Kerja Sama Pemerintah dan Swasta (KPS) serta alternatif pendanaan lainnya.
Konsep smart city ini, lanjut dia, mengedepankan sebuah tatanan kota yang memudahkan masyarakat mendapatkan informasi secara cepat dan tepat. Smart city telah didefinisikan sebagai pengembangan daerah perkotaan yang menciptakan pembangunan ekonomi berkelanjutan dan kualitas hidup yang tinggi di beberapa bidang utama seperti ekonomi, mobilitas, lingkungan, manusia, kehidupan, dan pemerintahan.
"Beberapa kota besar di Indonesia yang sudah menerapkan konsep smart city ini antara lain Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, dan Malang, serta terdapat beberapa daerah yang akan menerapkan konsep smart village yaitu Purwakarta," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News