Ilustrasi. (Foto: Antara/Asim).
Ilustrasi. (Foto: Antara/Asim).

Revolusi Industri 4.0 dan Kesiapan Tenaga Kerja Indonesia

Desi Angriani • 05 Februari 2018 21:22
Jakarta: Revolusi industri keempat atau industri 4.0 sudah merambah ke berbagai negara di dunia. Industri yang menghubungkan mesin melalui sistem internet ini juga mulai terdengar gaungnya di Indonesia.
 
Banyak yang perpandangan industri 4.0 dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Di sisi lain, revolusi ini juga distraktif terhadap pekerja.
 
Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan akan ada perubahan ekspektasi konsumen yang harus diimbangi dengan  inovasi, perbaikan produk dan jasa, termasuk perubahan terhadap kebutuhan tenaga kerja.

Menurutnya pemerintah membutuhkan strategi dan kesiapan tak cuma dari sektor industri tapi juga dari aspek sosial ekonomi. Sebab industri 4.0 merupakan industri padat teknologi yang cenderung menyerap sedikit tenaga kerja. Sementara Indonesia membutuhkan industri yang mampu mendorong terciptanya banyak lapangan pekerjaan.
 
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), angka penyerapan tenaga kerja sepanjang 2017 tercatat 1,17 juta orang. Angka ini turun sekitar 216 ribu orang atau -15,5 persen dibanding penyerapan tenaga kerja pada 2016 yang jumlahnya 1,39 juta orang.
 
"Jadi saya pikir semestinya kita perlu mempertimbangkan seberapa arah pemerintah merespons revolusi industri 4.0, kita perlu mengantisipasi dampaknya terhadap penurunan tenaga kerja," katanya kepada Medcom.id saat dihubungi di Jakarta, Senin, 5 Februari 2018.
 
Meski Indonesia masih bermain di tataran revolusi industri 2 dan 3, Faisal menilai gejala revolusi industri keempat mulai tampak pada industri padat modal seperti semen, petrokimia, elektonik serta makanan dan minuman. Hal itu juga tampak dari tren investasi 2017 yang cenderung masuk ke industri minim tenaga kerja.
 
"Arah ke sana trennya sudah kelihatan, apalagi di Indonesia kapasitas infromasi dan dashboard, support internet dan teknologi adalah kekuatan dari infrastuktur ini. Ini makin lama makin kuat," imbuh dia.
 
Bila tidak direncanakan secara matang, maka tingginya angka pengangguran di Indonesia tak akan terelakkan karena tenaga manusia digantikan oleh tenaga mesin atau robot. Untuk itu, pemerintah perlu merumuskan dan mempertimbangkan arah pembangunan industri ke depan. Misalnya harus ada sektor industri yang dialokasikan untuk menyerap tenaga kerja dan menyerap teknologi industri 4.0.
 


 
"Kalau enggak diarahkan kita khawaitrkan pemerintah tak bisa mengatasi rendahnya penyerapan tenaga kerja di sektor industri. Pemerintah sedari awal perlu merumuskan secara jelas, pertama arah pembangunna industri kita dalam jangka menegah dan jangka panjang mau ke mana," tegas Faisal.
 
Menanggapi revolusi industri 4.0, Menteri Perindustrian Airlangga Hartato mengaku sudah menyiapkan empat langkah strategis. Pertama mendorong keterampilan tenaga kerja Indonesia dalam mengintegrasikan kemampuan internet dengan lini produksi di industri manufaktur. Keterampilan itu diperoleh melalui pelatihan vokasi bagi pelajar SMK dengan target mencapai satu juta orang pada 2019.
 
Kedua, mendorong industri kecil dan menengah (IKM) untuk memanfaatkan teknologi digital guna memacu produktivitas dan daya saing. Salah satunya melalui pemanfaatan program e-smart IKM.
 
"Program e-smart IKM ini merupakan upaya juga memperluas pasar dalam rantai nilai dunia dan menghadapi era Industri 4.0," kata Airlangga di sela acara World Economic Forum on ASEAN 2017, 14 Mei 2017 lalu.
 
Selanjutnya, meminta industri nasional agar menggunakan teknologi digital seperti Big Data karena Sistem Industry 4.0 ini memberikan keuntungan bagi industri, misalnya menaikkan efisiensi dan mengurangi biaya sekitar 12-15 persen. Langkah terakhir mengembangkan platform perdagangan online atau startup untuk menampung potensi dan menumbuhkan  wirausaha berbasis teknologi di seluruh wilayah di Indonesia.
 
Sebelumnya, dalam acara Outlook Industri 2018, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan Indonesia tidak bisa menghindari revolusi industri 4.0. Tumbuhnya kegiatan e-commerce di Tanah Air, disebutnya, sebagai salah satu pertanda revolusi industri yang istilahnya pertama kali dicetuskan Jerman pada 2011 itu.
 
Oleh karena itu, Indonesia harus memastikan kesiapannya. Mulai dari penguatan skill SDM sampai dengan pemilihan industri unggulan yang akan menjadi kekuatan Indonesia di pasar global.
 
"Pemerintah sudah punya langkah di bidang ini (e-commerce) walau untuk mewujudkannya dalam skala besar, bukan main. Rasanya yang paling krusial sekarang adalah SDM-nya yang harus kita tangani," kata Darmin 13 Desember 2017 lalu.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan