Ketua KPPU Kurnia Toha mengatakan pihaknya telah meminta Divisi Penegakan Hukum KPPU untuk menindaklanjuti persoalan ini.
"Kemarin itu kan ada penelitian (KPPU). Selama ini mereka mantau tapi belum sampai ke sana. Saya bilang sebenarnya sudah terjadi predatory pricing, maka saya minta ke divisi penegakan hukum segera bergerak," ujar Kurnia dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu, 12 Juni 2019.
Predator pricing merupakan langkah pelaku usaha untuk menjual produk atau layanannya dengan harga murah. Tujuannya agar dapat mengalahkan pesaingnya, sehingga ia bisa menguasai pasar.
Selain berdampak pada terpentalnya pelaku usaha lain, persaingan usaha yang tidak sehat seperti ini juga dinilai bisa menghambat masuknya pemain baru.
Dugaan predatory pricing ini cukup banyak didengungkan terutama usai Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memberlakukan tarif batas atas dan bawah pada ojek online. Dalam hal ini Permenhub Nomor 12 Tahun 2019 dan Kepmenhub Nomor 348 Tahun 2019.
Akibat tarif baru itu, diyakini terdapat penurunan jumlah pengguna layanan ojek online. Sebagai respons penurunan itu, diskon diduga menjadi solusi aplikator untuk mengatasi penurunan itu.
Menurutnya, kendati mengatasnamakan diskon atau potongan harga, hal itu bisa saja mengarah pada predatory pricing. "Soalnya, harga diaplikasi dan yang dibayar konsumen itu beda. Ini sama saja predatory pricing," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News