Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi)
Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi)

Sengketa Pajak Inalum

Sesmenko Perekonomian Sebut Pajak Harus Adil

Angga Bratadharma • 30 Desember 2016 22:25
medcom.id, Jakarta: Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Lukita Dinarsyah Tuwo menanggapi kisruh Pajak Air Permukaan (PAP) antara PT Indonesia Asahan Alumunium (PT Inalum) dengan Pemprov Sumatera Utara. Adapun pajak yang diberlakukan Pemprov Sumut seharusnya memenuhi standar keadilan.
 
"Ya, pajak itu harus adil dan memperhatikan kemampuan perusahaan," kata Lukita Dinarsyah, seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat (30/12/2016). Hal itu menanggapi pertanyaan mengenai perbedaan besaran PAP antara Inalum dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang juga merupakan bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
 
Menurut Lukita, yang namanya pajak progresif, tidak bisa mengabaikan perolehan dari perusahaan itu sendiri. "Untuk PAP saya coba lihat dulu. Tapi yang pasti, pajak harus memperhatikan kemampuan perusahaan. Makanya pajak itu kan progresif, sesuai dengan kelompok-kelompoknya sendiri," jelasnya.

Ia mencontohkan adanya pajak untuk usaha kecil menengah dengan perolehan di bawah Rp4,8 miliar memiliki ketentuan yang lebih meringankan. Itu juga sama dengan pajak terhadap perseorangan. "Untuk individu juga ada pendapatan yang tidak kena pajak, sampai batas pendapatan tertentu, mereka tidak kena pajak, itu ada," tegasnya.
 
Oleh karena itu, ia menegaskan, pemerintah termasuk Pemerintah Provinsi Sumatera Utara harus memerhatikan aspek keadilan tersebut. "Jadi prinsipnya adalah progresif dan adil," ungkapnya.
 
Selain itu, Pemprov Sumut, kata dia, juga harus memperlakukan perusahaan-perusahaan di wilayah setempat secara adil. Sebab, ketentuan nominal pajak mestinya diukur secara sama antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya.
 
"Aturan ketentuan nominal, tidak ada. yang ada sesuai dengan di PT yang lain. PT lain mendapat keuntungan sekian persen ada kelompok-kelompoknya, maka wajib terkena PPH badan, tapi setelah mereka untung, pemerintah bisa menarik lagi melalui deviden," jelasnya.
 
Ketika ditanya, apakah pajak terhadap BUMN memiliki aturan tersendiri maka ia membantahnya. Menurutnya, pajak terhadap BUMN sama dengan perusahaan-perusahaan pada umumnya.  "Tidak ada ketentuan khusus, sama seperti PT Perusahaan biasa, jadi sesuai keuntungan mereka, ya mereka wajib kena pajak," ujarnya.
 
Sebelumnya, beberapa waktu lalu, Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Profesor Gunadi yang juga Wakil Ketua Komite Pengawas Perpajakan, menyesalkan perbedaan besaran pajak antara Inalum dengan PLN yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi Sumatra Utara. Mestinya, kata dia, pajak keduanya tidak perlu dibedakan.
 
"Kalau ke PLN lebih rendah, kenapa ke Inalum dikenakan pajak lebih berat. Pajak PAP (pajak air permukaan) itu obyektif, bukan subyektif, jadi mestinya diberlakukan sama," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan