Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengakui, kelapa sawit merupakan primadona ekspor Indonesia saat ini. Sayangnya, peluang ekspor sawit tersebut masih belum tergarap dengan baik mengingat sawit masih menghadapi tantangan kampanye hitam di negara-negara Eropa.
"Sekarang yang bisa kita pakai sebagai counter arguement bahwa sawit ini bila diserang dari sisi lingkungan, kita jawab sawit bisa menjadi renewable energy. Dengan mendorong mandatory biofuel, itu bisa menjadi counter arguement bahwa sawit bisa menjadi jawaban terhadap renewable energy untuk transportasi," ujar Bambang, dalam ajang pertemuan nasional sawit Indonesia di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jalan Lapangan Banteng Timur, Jakarta Pusat, Rabu (27/1/2016).
Dia mengungkapkan, Tiongkok saat ini sedang dihadapi permasalahan polusi akibat terlalu banyaknya penggunaan batu bara. Hal ini menjadi peluang bagi Indonesia untuk terlebih dahulu mengalihkan ekspor sawit dan produk turunannya dari pasar Eropa ke Tiongkok.
"Harapan saya biofuel ini bukan untuk B20, B25, atau pun B30. Tetapi ini juga untuk mendongkrak ekspor kita ke Tiongkok yang mereka boros bahan bakar energi batu bara," papar Bambang.
Pasar Tiongkok merupakan pasar besar karena memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia. Tak hanya itu, pengguna kendaraan di negeri Tirai Bambu tersebut juga yang terbanyak.
"Kalau bisa masuk biofuel, kenapa tidak? Kalau begitu akan membuat harga Crude Palm Oil (CPO) naik. Jangan kita terperangkap bahwa dana pungutan ini untuk PSO (Public Service Obligation/subsidi) di Indonesia, tetapi ini buat produsen dan eksportir sebagai basis biofuel terkuat di dunia," pungkas Bambang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News