Demikian disampaikan pengamat ekonomi dan migas dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng, dalam siaran persnya, di Jakarta, Senin (26/10/2015).
"Ini malah terbalik. BUMN justru banyak dibebani dengan disinsentif yang malah mempersulit mereka. Sedangkan swasta, entah asing maupun dalam negeri justru begitu dipermudah," ungkap dia.
Dia mengatakan, dalam kondisi demikian, posisi perusahaan BUMN akan semakin terjepit. Padahal, BUMN sebenarnya menjadi salah satu kekuatan ekonomi nasional.
"Setidaknya BUMN harus mendapat perlakuan yang sama dengan swasta. Tidak boleh ada perbedaan perlakuan atau ketidakadilan," lanjutnya.
Menurut dia, pemerintah terkesan menganak-emaskan swasta dan menganaktirikan BUMN. Di mana BUMN, hanya dijadikan sebagai sapi perah. Padahal, selama ini BUMN sudah dibebani dengan tiga kewajiban sekaligus.
"Yakni harus mematuhi UU tentang BUMN, UU tentang Perseroan Terbatas, dan wajib pula menyisihkan keuntungan untuk program corporate social responsibility (CSR)," ujar dia.
Sekadar informasi, Sekretaris Kabinet Pramono Anung sebelumnya memaparkan bahwa dalam paket kebijakan ekonomi jilid V akan disampaikan dua paket.
Dua paket tersebut berkaitan dengan revaluasi aset kemudian menghilangkan pajak berganda. Dia menambahkan, saat ini pemerintah tengah serius membuka lapangan pekerjaan karena apapun pertumbuhan industri tak akan berarti jika tak menumbuhkan lapangan kerja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News