Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (Sesmen BUMN) Said Didu. (Foto: ANTARA/Fouri)
Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (Sesmen BUMN) Said Didu. (Foto: ANTARA/Fouri)

Pembentukan Holding BUMN Bukan Upaya Hindari DPR

Ade Hapsari Lestarini • 23 November 2017 11:16
Jakarta: Isu pembentukan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tambang sebagai upaya menghindari pengawasan DPR terhadap BUMN dinilai kurang tepat.
 
Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu menegaskan hal ini kurang tepat karena pengawasan DPR dapat dilakukan seluruh BUMN dan anak perusahaan, bahkan ke swasta pun bisa melakukan pengawasan.
 
"Tidak sedikit swasta seperti Freeport dan lain-lain biasa dipanggil oleh DPR. Pada dasarnya pengawasan ke BUMN dan anak atau cucu atau cicit perusahaan oleh DPR semua dapat dilakukan melalui Kementerian BUMN sebagai mintra kerja DPR," ujar Said, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis, 23 November 2017.

Dia menilai bahwa perubahan BUMN menjadi anak perusahaan dan tidak lagi sebagai persero akan menjadikan perusahaan eks BUMN seperti Bukit Asam, Aneka Tambang, dan Timah seakan tidak lagi tunduk pada aturan BUMN.
 
"Pendapat ini juga kurang tepat karena dalam anak perusahaan tersebut terdapat saham merah putih yang dimiliki langsung Pemerintah yang memiliki hak 'veto' terhadap keputusan RUPS sehingga sebenarnya walau berubah status menjadi anak perusahaan pengelolaannya tetap sama seperti BUMN," jelasnya.
 
Bahkan, tambah dia, dalam PP 72/2016 semakin dipertegas bahwa anak perusahaan eks BUMN perlakuannya sama dengan BUMN. Selain itu, dengan diubahnya status BUMN Persero menjadi anak perusahaan BUMN, maka penjualan aset atau privatisasi tidak lagi memerlukan persetujuan DPR.
 
"Ini juga salah karena selain penjelasan seperti sebelumnya, dalam UU Keuangan Negara bahwa apabila terdapat saham Pemerintah dalam perusahaan apapun baik swasta, asing, apalagi saham di BUMN makan jika Pemerintah mau menjual saham dalam Perusahaan tersebut maka harus persetujuan DPR," tutur dia.
 
Selain itu, tambah dia, dengan berubahnya status perusahaan tambang BUMN menjadi non BUMN maka akan kehilangan hak-hak istimewa. Ini juga tidak benar karena dengan penegasan pemerintah dalam PP 72/2016 bahwa anak perushaan eks BUMN perlakuannya sama dengan BUMN maka hak tersebut tidak hilang.
 
"Intinya bahwa ini langkah restrukturisasi korporasi murni yang ditujukan untuk membesarkan BUMN dan tidak perlu ada yang ditakutkan karena tidak ada yang perlu ditakutkan. Kita sudah memiliki holding pupuk, semen, PPTPN, dan kehutanan semua berjalan baik-baik saja dan empat hal yang ditakutkan tersebut tidak terjadi apalagi dengan PP 72/2016 yang makin menegaskan posisi BUMN dan anak usahanya," pungkasnya.
 
Sebagai informasi, PP 77/2016 sebagai salah satu landasan pembentukan holding sudah melalui judicial review UU oleh MA dan sudah diputuskan oleh MA bahwa PP tersebut tidak ada yang bertentangan dengan UU yang ada.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan