Hal ini pula yang diinginkan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro agar pemerintah daerah mengikuti langkah pemerintah pusat untuk memangkas belanja rutin yang tidak menjadi prioritas. Apalagi diketahui anggaran di daerah besar yang berasal dari pendapatan asli daerah (PAD) ditambah dengan transfer pemerintah pusat.
Keinginan tersebut disampakian dalam acara penandatangan kesepakatan koordinasi pengembangan ekonomi dan keuangan daerah bersama Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo.
"Sudahkah kita belanjakan uang tersebut dengan tepat sasaran atau bijaksana? Ini yang saya minta tolong ke Pak Mendagri, daerah punya spirit yang sama dengan pusat," kata Bambang, di Komplek Perkantoran BI, Jakarta Pusat, Jumat (22/4/2016).
Dia menceritakan rapat antara Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan seluruh eselon I. JK heran mengapa tak ada bedanya Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) saat ini yang sudah mencapai angka Rp2.000-an triliun (pagu belanja) dengan APBN 2005 yang masih pada angka Rp500-an triliun.
Menurut dia, ketika APBN naik ke Rp2.000-an trilun, belanja rutinnya juga ikut membesar, sehingga ruang fiskalnya pun tak berbeda jauh pada pertumbuhan. Belanja mengikat makin besar. Untuk itu dirinya mengatakan, saat ini pemerintah mendukung agar belanja rutin di pusat seperti belanja K/L dikurangi, sehingga esensi desentralisasi yang diharapkan terjadi.
"Presiden minta daerah lakukan deregulasi seperti pusat. Kita juga ingin ketika di pusat ada efisiensi belanja K/L, kita ingin di dalam APBD itu tidak ada besaran 60-70 persen untuk belanja rutin atau belanja pegawai dan hanya menyiksakan sedikit sekali untuk belanja pembangunan dan infrastruktur," ujar mantan Dekan FE UI ini.
Begitu juga dengan pembagian besaran belanja prioritas seperti belanja pendidikan yang dalam APBN diharuskan sebesar 20 persen bisa diterapkan dalam APBD. Sehingga nantinya tidak ada duplikasi anggaran untuk satu aktivitas. Misalnya, Mendikbud minta anggaran pendidikan ke pusat karena di daerah tidak menganggarkan.
"Kita harapkan nanti direvisi UU Perimbangan Keuangan kita inginkan agar belanja minimum misal infrastruktur 10 persen atau 20 persen dari total APBD, sisanya atur sendiri artinya daerah harus berhemat untuk belanja yang enggak prioritas," jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News