"Koordinasi ini diharapkan bisa menegaskan persoalan teknis dan detail yang diperlukan dalam pelaksanaan Perppu keterbukaan data keuangan ini. Hati-hati devil is in the details, maka perlu bisa dirinci," ungkap Yustinus ditemui di Gedung Capital Place, Jakarta, Jumat 26 Mei 2017.
Selain itu, hal ini menyangkut pentingnya kejelasan mekanisme permintaan data konsumen asuransi oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Sebab, industri asuransi sangat spesifik di mana dapat menimbulkan dispute bila tidak diperjelas.
Baca: Pemerintah Telah Terbitkan Perppu AEoI
Menurut dia, pemerintah telah menetapkan data nasabah yang wajib dikirimkan secara otomatis di atas Rp500 juta untuk keperluan perpajakan domestik. Sedangkan di atas USD250 ribu untuk kepentingan perjanjian internasional. Data itu wajib dilaporkan seluruh lembaga jasa keuangan, seperti bank.
Yustinus pun mempertanyakan, data nasabah dengan rekening sebesar Rp500 juta apakah merupakan gabungan dari asuransi, saham di pasar modal, deposito dan lainnya, atau hanya dari satu objek saja. "Itu yang dianggap saldo atau bagaimana? Makanya gabungan atau single yang Rp500 juta itu. Ini yang muncul banyak ketidak jelasan," papar Yustinus.
Apabila timbul kesimpangsiuran informasi, maka dapat membuat masyarakat khawatir sehingga akhirnya mendistorsi para pelaku. "Tapi kita harap domestik itu ada keterbukaan, kalau domestik tidak ada keterbukaan, maka Indonesia sangat ironis akan menjadi negara tax haven," pungkas Yustinus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id