Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah. FOTO: Banggar DPR RI
Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah. FOTO: Banggar DPR RI

Optimalkan Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Diminta Selektif Jalankan Insentif Pajak

Angga Bratadharma • 10 Mei 2021 13:26
Jakarta: Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI MH Said Abdullah meminta pemerintah agar selektif dan kalkulatif dalam menjalankan kebijakan fiskal, termasuk insentif perpajakan. Dengan amunisi terbatas, kebijakan fiskal harus benar-benar memiliki dampak bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
 
"Saya kira, rencana insentif pajak terhadap ritel dan pariwisata untuk menggaet wisman belum tepat. Industri ritel bahkan sebelum pandemi telah mengalami kontraksi karena pergeseran perilaku masyarakat yang memilih memanfaatkan e-commerce," jelasnya, dalam keterangan resminya, Senin, 10 Mei 2021.
 
Demikian pula sektor pariwisata, lanjutnya, sepanjang pandemi masih berlangsung, wisatawan mancanegara (wisman) lebih memilih menunda bepergian sehingga berbagai iming-iming diskon tidak akan mengundang minat wisatawan. Hal itu tampak dalam laporan BPS di kuartal I-2021 dengan jumlah wisman ke Indonesia turun 16,33 persen.

Karena itu, tambahnya, untuk menjaga kelangsungan pertumbuhan ekonomi pada triwulan berikutnya, pemerintah perlu fokus memberi insentif terhadap sektor-sektor yang secara kalkulatif mendongkrak pertumbuhan sekaligus menyerap lapangan kerja.
 
Misalnya, sektor pertanian, perikanan, migas, dan industri makanan dan minuman yang seharusnya mendapatkan berbagai dukungan kebijakan fiskal berkelanjutan. "Selain menopang tenaga kerja besar, sektor-sektor tersebut terbukti mampu tumbuh dengan tertatih dan berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi," jelasnya.
 
Guna mendongkrak pertumbuhan ekonomi, lanjutnya pemerintah perlu didorong untuk memperluas basis ekspor termasuk negara tujuan ekspor agar tidak terkonsentrasi di kawasan Asia Timur dan Tenggara.  Karena itu, momentum pertumbuhan Amerika Serikat dan sebagian negara di Eropa harusnya menjadi alternatif kawasan tujuan ekspor, termasuk Timur Tengah.
 
Ironisnya, selama dua dekade terakhir, kualitas komoditas ekspor Indonesia masih belum mengalami perbaikan. "Pada triwulan I-2021 pertumbuhan ekspor dan jasa mencapai 6,74 persen, sedangkan kontribusi ekspor terhadap PDB hanya mencapai 19,18 persen," terangnya.
 
Lebih jauh, dirinya meminta pemerintah perlu mengevaluasi efektivitas intervensi berbagai program perlindungan sosial untuk menjaga daya beli rumah tangga miskin. Masih terkontraksinya tingkat konsumsi rumah tangga harus dipetakan lebih dengan berbagai instrumen guna mendorong tumbuhnya tingkat konsumsi rumah tangga, selain kebutuhan dasarnya.
 
Apalagi, ekonomi Indonesia masih sangat tergantung pada konsumsi.  Padahal, instrumen penting dari pemulihan ekonomi adalah meningkatnya konsumsi masyarakat. "Karena itu, kebijakan fiskal hendaknya tetap difokuskan untuk membantu rumah tangga berpenghasilan rendah daripada insentif ke dunia usaha," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan