"Angka kemiskinan menjadi 9 persen, angka pengangguran 5,2-5,5 persen targetnya, ini tidak akan tercapai kalau pertumbuhan ekonominya tak mencapai target, dan pertumbuhannya tidak berkualitas," kata dia dalam Sidang Paripurna DPR RI ke-30 terkait pandangan fraksi mengenai pembahasan RAPBN 2016 di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (26/5/2015).
Pihaknya menilai, sejauh ini, pertumbuhan berkualitas tersebut belum tercipta. Hal ini ditandai dengan bertambahnya angka kemiskinan sebesar 1,9 juta jiwa tahun ini, dari 28 juta jiwa menjadi 30,25 juta jiwa atau 12,25 persen dari jumlah penduduk.
"Ini disebabkan karena kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), sehingga menimbulkan efek domino bagi peningkatan harga pokok yang naik, juga mengurangi daya beli masyarakat," cetusnya.
Kesenjangan antara pertumbuhan perkotaan dan pedesaan juga masih tinggi, dimana perkotaan mendominasi pertumbuhan yang lebih tinggi. Sementara, sektor pertanian yang berada di pedesan lebih rendah dibanding sektor perhotelan dan lainnya.
"Menurut fraksi kami, pemerintah telah lalai dalam menciptakan lapangan kerja yang berkelanjutan dan mengurangi angka kemiskinan," cetusnya.
Lebih lanjut Willgo menyebut, 65 persen penduduk miskin di pedesaan bekerja di sektor pertanian. Menurut dia, sebenarnya, transformasi struktural bisa terjadi jika pemerintah mau mengubah arah pembangunan.
"Dari non tradable menjadi tradable yang bukan hanya padat modal. Kalau pemerintah konsisten membangun dari pinggiran sesuai cita-cita, itu dapat diwujudkan seperti dana desa Rp1,4 miliar per desa sesuai dengan amanat UU Desa," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News