Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Ilustrasi. Foto: Medcom.id

Nah Lho.. Dua Menteri Jokowi 'Adu Bacot' soal Anggaran Penanganan Kemiskinan

Husen Miftahudin, Andhika Prasetyo • 31 Januari 2023 09:40
Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Abdullah Azwar Anas saling mengadu 'bacot' terkait anggaran penanganan kemiskinan.
 
Airlangga Hartarto membantah pernyataan Azwar Anas yang menyebut anggaran penanganan kemiskinan tidak efektif. Dia mengklaim, sejumlah program yang dijalankan pemerintah terutama terkait perlindungan sosial sudah berjalan dengan baik.
 
Hal tersebut terlihat dari persentase penduduk miskin pada September 2022 yang tercatat sebesar 9,57 persen, atau turun 0,14 persen dari periode yang sama di tahun sebelumnya.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


"Pemerintah sekarang punya program perlindungan sosial yang sudah tepat sasaran. Ada juga program penanganan kemiskinan ekstrem yang kita targetkan di 2024 jadi mendekati nol persen," ujar Airlangga di Istana Kepresidenan Jakarta, dikutip Selasa, 31 Januari 2023.
 
Kendati demikian, ia menjelaskan skema penyaluran anggaran untuk pengentasan masyarakat dari kemiskinan akan diubah, dari yang selama beberapa tahun ini dikelola Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN), menjadi ke kementerian/lembaga terkait.
 
Dalam hal ini, pihak yang ditunjuk adalah Kementerian Sosial dan Kementerian Koperasi dan UKM. "Ini adalah skema yang kita lakukan sebelum covid-19. Jadi kita kembali ke sebelum covid-19. Untuk perlindungan sosial, nanti dikelola Kemensos dan yang terkait dengan pengembangan UMKM di Kemenkop UKM."
 
Ia meyakini, meski anggaran tersebar di beberapa instansi, program-program yang dijalankan bisa tepat sasaran dan mampu terus menurunkan angka kemiskinan. "Kita sudah pengalaman," sindir Airlangga.
 
Program kemiskinan belum optimal
 
Sebelumnya, Azwar Anas memaparkan duduk masalah soal anggaran yang terkait dengan penanganan kemiskinan. Anas menyebut sebagian program kemiskinan belum berdampak optimal, bukan semua anggaran tersedot untuk rapat dan studi banding kemiskinan.
 
"Jadi begini, setelah kita pilah, ada sejumlah instansi, terutama di beberapa daerah, yang program kemiskinannya belum sepenuhnya berdampak optimal. Misal ada studi banding soal kemiskinan, ada diseminasi program kemiskinan berulang kali di hotel. Faktualnya itu ada, tapi bukan kurang-lebih Rp500 triliun habis untuk studi banding dan rapat. Arahan Bapak Presiden jelas, yaitu anggaran yang ada harus dibelanjakan dengan tepat sasaran untuk program yang berdampak langsung ke warga," tutur Azwar Anas dikutip dari laman Kementerian PAN-RB.
 
Ia juga mencontohkan apa yang dialami di Kementerian PAN-RB yang setiap hari menerima tamu dari berbagai daerah di Tanah Air untuk berkonsultasi terkait berbagai kebijakan PAN-RB, soal indeks reformasi birokrasi dan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang di dalamnya memuat indikator program kemiskinan.
 
"Tentu biaya perjalanan dinas harus dipilah. Mana yang perlu, mana yang tidak. Seperti pekan lalu, kami menerima jajaran pemkab dari Sumatra dan Kalimantan sangat jauh daerahnya, untuk konsultasi soal reformasi birokrasi tematik kemiskinan. Ada 5-10 orang dari pemda. Itu baru satu pemda. Setiap hari bisa 10 pemda yang datang. Sudah berapa biayanya. Maka sekarang konsultasi dan sebagainya kita online-kan, setiap hari ada konsultasi via online, untuk menghemat agar pemda-pemda tidak perlu ke Jakarta. Lebih baik anggarannya dialihkan menambah alokasi pemberdayaan yang langsung berdampak ke masyarakat," ujarnya.
 
Azwar Anas menjelaskan, pernyataan soal anggaran kemiskinan disampaikan ketika sosialisasi kebijakan baru mengenai jabatan fungsional secara hybrid di hadapan kementerian/lembaga dan pemda beberapa hari lalu. Ketika itu, konteksnya adalah membangun logical framework yang jelas soal reformasi birokrasi tematik pengentasan kemiskinan.
 
Saat itu, ia memaparkan bahwa logical framework pemda soal pengentasan kemiskinan harus fokus. Bila golnya pengentasan kemiskinan, maka programnya misalnya adalah peningkatan daya beli warga hingga meningkatkan akses murah terkait pendidikan untuk mengurangi beban pengeluaran keluarga menengah ke bawah.
 
"Saat itulah saya sampaikan ada program instansi pemerintah yang belum selaras. Tujuannya mengurangi kemiskinan, tetapi sebagian programnya studi banding dan diseminasi atau rapat sosialisasi program kemiskinan. Jadi bukan semua anggaran untuk studi banding atau rapat, tapi sebagian ada, sehingga belum sepenuhnya selaras dengan tujuan."
 
"Ada pula yang inginnya mengurangi stunting, tapi kegiatannya sosialisasi gizi, di sisi lain pembelian makanan untuk bayi malah tidak dialokasikan. Padahal arahan Presiden jelas, bahwa di tengah tantangan fiskal yang ada, instansi termasuk di daerah harus cermat membelanjakan dana. Setiap rupiah dampaknya harus  optimal dan langsung ke masyarakat," papar dia.
 
Azwar Anas juga sering mencontohkan dampak program yang kurang optimal, seperti tujuannya pelestarian sungai, tetapi kegiatan di daerah adalah seminar soal revitalisasi sungai. "Bukan berarti seminar tidak penting, tetapi dengan anggaran terbatas seyogianya untuk membeli bibit pohon untuk ditanam di daerah sekitar sungai," terangnya.
 
Ketika menjelaskan contoh logical framework itulah, lanjut Anas, timbul persepsi anggaran kemiskinan tersedot untuk rapat dan studi banding. "Padahal kami mencontohkan sebagian logical framework yang belum selaras, bukan menyebutkan anggaran habis untuk rapat," ujarnya.
 
Saat ini pemerintah terus mengakselerasi program Reformasi Birokrasi (RB) tematik pengentasan kemiskinan sebagai dukungan penguatan tata kelola birokrasi untuk mencapai target penurunan kemiskinan menjadi tujuh persen pada 2024. Berdasarkan data BPS per September 2022, kemiskinan Indonesia sebesar 9,57 persen, menurun dibanding tingkat kemiskinan pada September 2021 sebesar 9,71 persen.
 
"Target kemiskinan pada 2024 adalah tujuh persen. Artinya bila mengacu data per September 2022, dalam dua tahun ke depan minimal kita harus turunkan kemiskinan kira-kira 1,2 persen per tahun sehingga bisa mencapai tujuh persen pada 2024. Ini tugas yang tidak ringan," ujar Azwar Anas.
 
Sehingga Presiden Jokowi, sambung dia, menginstruksikan agar seluruh komponen pemerintah, dari pusat ke daerah, bergerak selaras. "Dalam konteks Kementerian PANRB, kita ditugasi soal tata kelola birokrasinya. Maka salah satu langkahnya, mulai tahun ini, berbagai penilaian reformasi birokrasi kita bikin lebih terfokus melalui isu-isu tematik. Salah satunya soal penanggulangan kemiskinan," tuturnya.
 
*Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id*

 
(HUS)



LEAVE A COMMENT
LOADING

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif