Kuasa hukum Bambang Hardjuno Wiwoho menegaskan, sejak awal uang yang diberikan untuk dana talangan bukan berasal dari anggaran negara. Uang tersebut bersumber dari pihak swasta, yakni dana pungutan reboisasi Kementerian Kehutanan.
"Karena, bilamana kita melihat historis permasalahan ini pun, sumber dari dana talangan ini bukan dari APBN. Kita trace itu bukan dari kas Kemensetneg tapi dari Kementerian Kehutanan, sumbernya dari dana reboisasi. Dana yang memang didapatkan dari pihak swasta," ujar Hardjuno dalam keterangan persnya, Kamis, 24 Maret 2022.
Dana talangan yang jadi masalah diberikan oleh pemerintah kala itu lewat Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) kepada konsorsium swasta mitra penyelenggara SEA Games 1997 yang dipimpin oleh Bambang Trihatmodjo. Dana sebesar Rp35 miliar kala itu diambil pemerintah dari dana reboisasi yang ditampung di Kementerian Kehutanan.
Namun secara keseluruhan, jumlah piutang negara yang ditagih Sri Mulyani kepada Bambang Trihatmodjo mencapai Rp64 miliar. Angka itu dari akumulasi pinjaman pokok sebesar Rp35 miliar ditambah dengan bunga sebesar 15 persen, dengan jangka waktu satu tahun atau selama periode 8 Oktober 1997 hingga 8 Oktober 1998.
"Kalau dihitung secara detail belum pernah ada sinkronisasi terkait nilainya, tapi yang ditagihkan sekitar Rp64 miliar. Jadi pokok Rp35 miliar dengan bunga 15 persen jadi sekian. Itu juga kan juga jauh dari nilai keadilan," tutur kuasa hukum Bambang lainnya, Prisma Wardhana Sasmita.
Menurut Prisma, sebenarnya pihak yang patut bertanggung adalah PT Tata Insani Mukti (TIM). Walaupun saat itu Bambang menjabat sebagai Komisaris Utama TIM, namun dia bukan pemegang saham perusahaan.
TIM merupakan pihak swasta yang bergabung dalam Konsorsium Mitra Penyelenggaraan SEA Games XIX tahun 1997. Bergabungnya TIM berdasarkan penandatanganan MoU pada 14 Oktober 1996. Sementara, dari pihak pemerintah ada Kemenpora, KONI, dan Menkokesra.
Adapun penyelenggaraan SEA Games XIX mengalami permasalahan biaya karena Indonesia mendadak menjadi tuan rumah menggantikan Brunei Darussalam. Awalnya biaya yang diminta oleh Kemenpora/KONI sekitar Rp70 miliar, lalu membengkak menjadi Rp156,6 miliar.
Saat itu negara tidak ada alokasi anggaran dari sisi APBN. Sementara KONI mendadak meminta dana tambahan sebesar Rp35 miliar untuk pembinaan atlet. Padahal saat itu konsorsium swasta hanya menyanggupi mencarikan dana penyelenggaraan sebesar Rp70 miliar.
Karena itu, pemerintah melalui Kemensetneg menggunakan dana reboisasi Kementerian Kehutanan. Dari angka itu, biaya penyelenggaraan SEA Games XIX sebesar Rp121,6 miliar dan biaya persiapan kontingen Indonesia sebesar Rp35 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News