"Saat ini APBN sudah tidak bisa lagi digunakan sebagai acuan karena pemerintahnya sendiri tidak menggunakan sebagai acuan. Hal ini menyebabkan kredibilitas fiskal semakin sulit dipercaya," kata Ekonom CORE Indonesia Akhmad Akbar Susamto, di Kantor CORE, Jalan Tebet Dalam Raya, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (6/9/2016).
Salah satu hal yang terlihat jelas adalah kemungkinam shortfall penerimaan pajak sebesar Rp219 triliun. Padahal, awal tahun ini pemerintah menargetkan penerimaan negara di sektor pajak mampu mencapai Rp1.539 triliun atau lebih tinggi dari 2015 lalu.
Hingga Agustus 2016, penerimaan pajak baru 39 persen dari target atau tergolong paling rendah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini berdampak pada pemangkasan anggaran yang begitu besar sehingga menganggu upaya pemerintah mendongkrak perekonomian.
"Pemerintah tahun ini mengulangi hal yang sama tahun lalu dengan menerapkan target terlalu tinggi. Pemerintah jangan main-main dengan ketidakpastian dari ekspektasi dalam APBN. Kondisi ini tidak bagus untuk perekonomian," jelas dia.
Pada sisi lain, lanjutnya, penundaan transfer Dana Alokasi Umum (DAU) ke 169 daerah secara acak (random) berdampak terhadap penerimaan negara. Padahal banyak proyek-proyek di daerah yang mengandalkan DAU dari pemerintah pusat dan akhirnya harus menunda pekerjaannya karena kebijakan tersebut.
"Penundaan DAU itu dilakukan random, maka wajar nanti hasilnya juga random. Penundaan DAU tidak hanya mengacaukan implementasi program pembangunan daerah, tetapi juga memaksa pemerintah daerah memutar otak mencari sumber pembiayaan alternatif untuk bayar gaji pegawai," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id