Dalam diskusi bertajuk perkembangan ekonomi terkini: tantangan dan peluang, seharusnya, menurut Anton, batasan tersebut diubah karena dinilainya terlalu kaku dan sifatnya mengikat. Namun, harusnya jika mau diubah dari tahun lalu, karena susah melakukan perubahan pada tahun ini.
"Karena sudah rigid banget, kurang longgar. Banyak negara sudah tidak menerapkan fiskal rule, apalagi bila butuh belanja besar," kata Anton di Kemenko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (25/7/2016).
Di temui ditempat yang sama, Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, memang banyak yang menganggap defisit besar tak masalah, asal untuk membiayai program produktif.
"India aja sembilan persen defisit fiskalnya berani, kenapa kita enggak berani ? Ya kita kan harus hati-hati," ujar Darmin.
Namun menurut mantan Gubernur BI ini, batasan tersebut ditentukan untuk membatasi agar Pemerintah tidak kecolongan dan kebablasan dalam melakukan pinjaman atau utang sebagai sumber lain untuk membiayaai proyek yang tak bisa didanai APBN.
"Artinya jangan sampai utangnya bablas. Jangan sampai utangnya berlebihan dan pada saat ekonomi dunia susah kita kemudian bisa memahami goncangan ekonomi," terang Darmin.
Lagi pula, tambah dia, untuk mengubah besaran tersebut perlu berbicara dengan DPR, yang akan menuai perdebatan dan waktu yang lama.
Sekadar informasi, defisit fiskal di semester I tahun ini sudah mencapai 1,83 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau secara nominal sebesar Rp230,7 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News