Menurut Deputi Koordinasi Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian Rizal Affandi Lukman, TPP digawangi oleh 12 negara yang tengah proses meratifikasi. Jika TPP ingin berjalan efektif maka setidaknya harus ada 65 persen kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) dari negara-negara tersebut.
Dalam hal ini, AS saja sudah menyumbang 50 persen lebih. Tentu kondisi seperti ini masih perlu ditinjau lebih dalam mengenai bagaimana nasib TPP ke depan usai AS menarik diri dari kerja sama tersebut. Adapun penarikan diri tentu disayangkan mengingat AS sebelumnya sudah berkomitmen.
"Berarti tentu enggak ada negara lain lagi kalau 11 negara (sisa) tanda tangan ratifikasi. Kalau menurut perjanjian yang ada ya enggak bisa berlaku, unless agrement-nya diperbaiki dulu, dan mungkin akan membuka beberapa negara baru lagi yang belum dibahas di antara negara-negara TPP," kata Rizal, di Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Jumat 27 Januari.
Salah satu yang berencana gabung, kata Rizal, yakni Australia. Negeri Kanguru tersebut berkeyakinan walaupun AS keluar dari TPP namun bukan berarti TPP akan hancur dengan sendirinya. Kerja sama dimaksud tentu akan tetap diupayakan ada.
Di sisi lain, jika nantinya TPP gagal, Indonesia masih memiliki perjanjian kerja sama lain seperti The Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dengan anggotanya adalah negara-negara ASEAN plus enam negara lainnya yakni Jepang, Tiongkok, India, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Australia. Artinya sebagian negara-negara TPP ada di RCEP.
"Ya barangkali Indonesia lebih cocoknya RCEP dulu daripada di TPP. Kajian TPP yang telah dilakukan akan mempunyai manfaat bagaimana kita bersikap dalam menghadapi perundingan lain," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News