"Pembiayaan perubahan iklim merupakan langkah yang harus dilakukan saat ini oleh semua negara termasuk Indonesia sebagai negara berkembang. Namun, negara berkembang harus diberikan fleksibilitas dan tidak dipatok dengan standar yang sama dengan negara maju mengingat perbedaan kapasitas fiskal yang dimiliki," katanya dalam keterangan resminya, Rabu, 27 Oktober 2021.
Sidang Tahunan AIIB keenam ini diselenggarakan pada 26-28 Oktober 2021 secara virtual di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) dengan tema 'Investing Today, Transforming Tomorrow'. Pertemuan ini dihadiri oleh 82 Governor/Alternate Governor atau perwakilan negara anggota AIIB termasuk Indonesia.
Kegiatan sidang tahunan AIIB:
- Pembiayaan iklim dan Persetujuan Paris (Paris Agreement).
- Keberlanjutan dukungan terkait respon terhadap pandemi covid-19 dan pemulihan pascapandemi.
Selain itu, AIIB juga mendukung pendanaan kegiatan prioritas aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim bagi negara anggota serta memobilisasi pembiayaan swasta agar sesuai dengan prinsip environmental, social, and governance (ESG).
Selama enam tahun berdiri, Indonesia juga telah menerima manfaat yang signifikan dari AIIB untuk pembiayaan infrastruktur. Selain merupakan negara terbesar kedua dalam penerima manfaat berupa pendanaan pembangunan dari AIIB, Indonesia juga merupakan ke-8 terbesar pemodal AIIB dengan porsi kontribusi 3,18 persen terhadap total modal AIIB bersama Tiongkok, India, dan Rusia.
Dalam dua tahun terakhir, AIIB memfokuskan kegiatan investasinya ke arah respons terhadap pandemi dan pembangunan infrastruktur berkelanjutan. AIIB mengalokasikan sebesar USD2,89 juta untuk Indonesia yang dibagi menjadi dana covid-19 Crisis Recovery Facility (CRF) sebesar USD1,5 juta dan untuk infrastruktur sebesar USD1,39 juta. Melalui kerja sama dengan AIIB, Kementerian Keuangan ke depannya akan berupaya memperkuat investasi ke infrastruktur berkelanjutan.
"Terkait dengan transisi menuju ekonomi rendah karbon secara global, dimensi ekonomi dan moral dari transisi ini perlu diterjemahkan pada prinsip hukum dan peraturan. Prinsip-prinsip ini kemudian perlu kita observasi. Negara maju mempunyai kewajiban untuk membantu di negara berkembang dalam melawan perubahan iklim dan transisi untuk menurunkan emisi dengan proses transisi adil dan terjangkau (just and affordable transition)," ungkapnya.
Sri Mulyani juga menunjukkan kepemimpinan Indonesia dalam transisi energi melalui peluncuran kemitraan dengan Bank Pengembangan Asia (Asian Development Bank) untuk melakukan studi terkait Mekanisme Transisi Energi atau Energy Transition Mechanism (ETM) pada pertemuan United Nations Climate Change Conference (COP26).
"Program ini akan memungkinkan penghentian PLTU batubara dan bergeser ke energi terbarukan. Tetapi untuk dapat mencakup seluruh PLTU, program ini akan membutuhkan investasi yang besar. Kita membuka diri untuk bekerja sama dengan pihak-pihak yang tertarik, termasuk AIIB, untuk mereplikasi, meningkatkan, dan menyukseskan instrumen transisi energi ini," pungkas dia.
Dalam pertemuan ini, Presiden AIIB Jin Liqun menyampaikan laporan perkembangan operasional AIIB dengan mengacu pada kegiatan prioritas tematik pada infrastruktur hijau, konektivitas dan kerja sama regional, infrastruktur yang mendukung teknologi, dan mobilisasi modal swasta.
Menurutnya, AIIB tetap berkomitmen membantu pembiayaan negara anggota melalui fasilitas covid-19 Crisis Recovery Facility (CRF) hingga April 2022 dan juga fasilitas Special Fund Window (SFW) untuk negara berpenghasilan rendah. Sidang Tahunan AIIB berikutnya akan diselenggarakan pada 26-27 Oktober 2022 di Moskow, Rusia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News