Ilustrasi. Foto: Antara/Seno
Ilustrasi. Foto: Antara/Seno

Simplifikasi Cukai Rokok Dukung Optimalisasi Penerimaan Negara

Eko Nordiansyah • 08 Juli 2020 21:50
Jakarta: Langkah pemerintah dalam memproyeksikan kebijakan simplifikasi atau penyederhanaan struktur tarif cukai sebagai program strategis pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) dinilai tepat.
 
Sekjen Transparansi International Indonesia (TII) Danang Widoyoko menilai kebijakan ini bisa mengoptimalisasi penerimaan negara.
 
Baru-baru ini Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2020-2024. Dalam PMK tersebut menetapkan penyederhanaan struktur cukai hasil tembakau sebagai salah satu bagian strategi reformasi fiskal.

"Kebijakan cukai rokok jangka panjang tetap diperlukan untuk membangun iklim usaha yang baik, transparan dan memberikan kepastian hukum. Oleh karena itu, pembuatan kebijakan cukai jangka panjang perlu diformulasikan dan dituangkan pada peraturan yang memiliki kekuatan hukum dan dijalankan dengan konsisten,” kata dia dalam diskusi di Jakarta, Rabu, 8 Juli 2020.
 
Menurut Danang, kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui RPJMN yang kemudian diturunkan dalam PMK 77/2020 mengenai penyederhanaan struktur tarif cukai rokok, mencerminkan sikap dan komitmen pemerintah. Utamanya dalam mengoptimalkan penerimaan negara sekaligus sebagai upaya pencapaian visi Presiden.
 
"Berbagai studi telah menyarankan bahwa penyederhanaan struktur tarif cukai rokok merupakan best practice bagi pengendalian konsumsi rokok. Perpres Nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJMN juga telah menggariskan simplifikasi cukai rokok sebagai upaya pencapaian visi Presiden yakni menciptakan sumber daya manusia unggul," ungkapnya.
 
Aturan penyederhanaan struktur tarif cukai sebelumnya telah diatur dalam PMK 146/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau dari 12 layer pada 2017 dan menjadi lima layer pada 2021. Tujuannya, untuk optimalisasi penerimaan cukai hasil tembakau, meningkatkan kepatuhan pengusaha pabrik, serta penyederhanaan sistem administrasi di bidang cukai.
 
Namun demikian, kebijakan penyederhanaan struktur tarif cukai rokok itu hanya berjalan setahun di 2018 dan kemudian tidak dijalankan lagi seiring dikeluarkannya PMK 156/2018 tentang perubahan atas PMK 146/2017 yang saat ini menjadi PMK 152/2019. Struktur tarif cukai dengan 10 layer dipertahankan untuk tahun fiskal 2019 sampai dengan saat ini.
 
"Struktur tarif yang diterapkan saat ini membuka peluang dan memberikan insentif bagi perusahaan besar multinasional untuk membayar cukai lebih rendah yang pada akhirnya berpotensi merugikan negara dalam jumlah besar," jelas dia.
 
Menurut Danang, cukai bukan hanya sumber penerimaan negara tetapi juga untuk pengendalian konsumsi rokok, hingga perlindungan tenaga kerja seperti yang tercantum di UU Nomor 11 tahun 1995 juncto UU Nomor 39 tahun 2007 tentang Cukai. Karena itu kebijakan cukai berdampak pada kepentingan industri, sehingga kebijakan yang diambil pemerintah pada akhirnya akan menjadi subjek untuk negosiasi, kompromi atau perlawanan.
 
"Setiap perubahan kebijakan selalu ada dampak, baik untuk pihak yang diuntungkan atau yang dirugikan. Demikian juga perubahan struktur tarif cukai rokok. Penyederhanaan struktur tarif cukai rokok pastinya akan berdampak pada beberapa perusahaan multinasional yang memang sudah besar tapi masih bisa membayar cukai rendah karena mereka akan kehilangan kesempatan untuk membayar cukai yang lebih murah," tegas Danang.
 
Danang menambahkan, kebijakan tersebut juga tidak berdampak signifikan bagi pabrik rokok menengah dan kecil, di mana memang dilindungi dengan tarif yang lebih rendah, terpisah dari pabrik besar multinasional yang membayar cukai tinggi.
 
"Pemerintah perlu mempunyai sikap yang tegas. Pada dasarnya, kebijakan penyederhanaan struktur cukai rokok ini lebih memberikan keuntungan buat pemerintah, baik secara penerimaan negara, pengendalian konsumsi rokok dan juga perlindungan tenaga kerja," pungkasnya.
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEV)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan