Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir Agustus 2024 mengalami defisit sebesar Rp 153,7 triliun. Foto: Tangkapan layar YouTube Kemenkeu
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir Agustus 2024 mengalami defisit sebesar Rp 153,7 triliun. Foto: Tangkapan layar YouTube Kemenkeu

APBN 2024 Defisit Rp 153,7 Triliun: Arti dan Dampaknya Bagi Ekonomi Indonesia

M Rodhi Aulia • 23 September 2024 16:12
Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir Agustus 2024 defisit Rp153,7 triliun. Defisit ini setara dengan 0,68% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, namun masih dalam batas yang diatur dalam UU APBN 2024.
 
"Defisit APBN hingga akhir Agustus adalah Rp 153,7 triliun. Ini artinya 0,68% dari PDB, masih dalam track sesuai dengan UU APBN 2024," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin 23 September 2024.
 
Defisit APBN sendiri berarti bahwa pendapatan negara lebih kecil dibandingkan pengeluaran pemerintah. Pada periode ini, pemerintah mencatat pendapatan sebesar Rp 1.777 triliun, sementara belanja negara mencapai Rp 1.930,7 triliun. Artinya, ada selisih kekurangan yang disebut sebagai defisit anggaran.

Baca juga: P2G Tolak Rencana Sri Mulyani Ubah Skema Anggaran Pendidikan, Ini Alasannya

Ilustrasi Defisit APBN

Untuk memahami lebih jelas, bayangkan sebuah keluarga yang memiliki pendapatan bulanan sebesar Rp 10 juta. Namun, karena kebutuhan mendesak seperti biaya pendidikan, perbaikan rumah, dan pengeluaran tak terduga, mereka menghabiskan Rp 11 juta per bulan. 
 
Selisih Rp 1 juta itulah yang mencerminkan "defisit" dalam konteks anggaran rumah tangga. Sama halnya dengan APBN, defisit terjadi ketika pengeluaran pemerintah lebih besar daripada pendapatan yang diterima.

Penyebab Defisit APBN 2024

Menurut penjelasan Sri Mulyani, ada beberapa faktor utama yang menyebabkan defisit ini. Salah satunya adalah peningkatan belanja negara, terutama untuk kebutuhan yang sifatnya mendesak seperti:
  1. Pemilu 2024 yang memerlukan anggaran besar untuk penyelenggaraannya.
  2. Bantuan sosial untuk menghadapi dampak fenomena cuaca El Nino, yang menyebabkan ketidakstabilan harga dan ketahanan pangan.
  3. Program-program prioritas pemerintah, seperti transfer ke daerah, yang mengalami peningkatan signifikan.

Di sisi lain, pendapatan negara menurun 2,5% dibandingkan tahun lalu, terutama dari sektor pajak, bea cukai, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Namun, Sri Mulyani menekankan bahwa penurunan ini lebih kecil dibandingkan periode sebelumnya, sehingga masih dalam tren yang dapat ditangani.

Dampak Defisit APBN bagi Ekonomi

Defisit APBN ini dapat berdampak positif dan negatif bagi perekonomian Indonesia. Berikut beberapa dampaknya:
  1. Dorongan Ekonomi Jangka Pendek: Peningkatan belanja negara sering kali dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, terutama dalam menghadapi tantangan seperti Pemilu dan El Nino. Belanja yang lebih besar dapat merangsang konsumsi dan investasi, yang berujung pada peningkatan pertumbuhan ekonomi.

  2. Peningkatan Utang: Untuk menutupi defisit, pemerintah biasanya harus mencari sumber pendanaan baru, baik melalui penerbitan obligasi negara atau pinjaman luar negeri. Ini berpotensi meningkatkan utang pemerintah, yang perlu dikelola secara hati-hati agar tidak membebani generasi mendatang.

  3. Inflasi: Jika belanja negara tidak seimbang dengan kemampuan pendapatan, ada risiko inflasi yang lebih tinggi. Pengeluaran yang lebih besar dari pemasukan dapat menyebabkan permintaan meningkat lebih cepat daripada pasokan, yang berujung pada kenaikan harga barang dan jasa.

  4. Dampak Jangka Panjang: Jika defisit terus terjadi tanpa diimbangi dengan strategi fiskal yang baik, bisa berdampak pada stabilitas fiskal jangka panjang. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menjaga defisit tetap terkendali dan mencari cara untuk meningkatkan pendapatan negara.


Keseimbangan Primer Masih Surplus
Meski APBN mengalami defisit, Sri Mulyani melaporkan bahwa dari sisi keseimbangan primer (perbandingan antara penerimaan dan pengeluaran negara tanpa menghitung pembayaran bunga utang) masih tercatat surplus sebesar Rp 161,8 triliun. Ini menunjukkan bahwa pemerintah masih mampu menutupi pengeluaran utama tanpa harus terlalu bergantung pada pinjaman atau utang.
 
Defisit APBN sebesar Rp 153,7 triliun yang dilaporkan Sri Mulyani memang menandakan bahwa pengeluaran negara lebih besar dari pendapatan. Namun, dengan strategi fiskal yang hati-hati dan pengelolaan utang yang baik, defisit ini bisa menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk mendorong pemulihan ekonomi dan menjaga stabilitas negara.
 
Namun, tantangan jangka panjang terkait utang dan potensi inflasi perlu diperhatikan agar dampaknya tidak merugikan masyarakat luas
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DHI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan