Dikutip dari APBN KiTa Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kamis, 4 November 2021, utang negara bertambah cukup signifikan dibandingkan posisi utang pemerintah pada akhir Agustus 2021, yakni Rp6.625,43 triliun. Artinya, dalam sebulan utang negara mengalami kenaikan sebesar Rp86,09 triliun.
Bertambahnya utang negara membuat rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) juga mengalami kenaikan. Dari sebelumnya rasio utang sebesar 40,85 persen menjadi 41,38 persen pada akhir September 2021.
Kenaikan utang Indonesia terutama disebabkan adanya kenaikan utang dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Domestik sebesar Rp89,08 triliun menjadi total Rp4.606,79 triliun. Sementara SBN dalam valuta asing mengalami kenaikan sebesar Rp6,2 triliun menjadi total Rp1.280,88 triliun.
Sedangkan, untuk pinjaman terjadi penurunan sebesar Rp9,19 triliun menjadi total Rp823,85 triliun. Rinciannya, pinjaman dalam negeri sebesar Rp12,52 triliun dan pinjaman luar negeri sebanyak Rp811,33 triliun.
Baca: Kesepakatan Pajak Global Pengaruhi Insentif Dunia Usaha
Tanggapan Kemenkeu
Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Yustinus Prastowo, mengatakan utang yang ditarik pemerintah membuat ekonomi negara membesar. Dia menyebut aset pemerintah sudah di atas Rp11 ribu triliun."Sudah dua kali nilai utang pemerintah, tapi seolah aset tidak bertambah. Hanya utang yang bertambah dan tidak dilihat produktivitasnya," kata Yustinus, Rabu, 3 November 2021.
Dia menjelaskan utang negara bersifat kontinu atau berkelanjutan. Sehingga tidak bisa disalahkan hanya pada satu rezim pemerintahan saja.
Misalnya, saat pemerintahan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menerbitkan SBN dengan tenor 10 tahun. Maka utang itu harus diselesaikan selama 10 tahun dan menjadi tanggung jawab pemerintahan selanjutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News