Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Foto: Antara/Sigid Kurniawan

Fadli Zon: Pemerintah tak Bisa Seenaknya Mengubah APBN-P

Misbahol Munir • 10 Agustus 2016 20:14
medcom.id, Jakarta: Langkah Menteri Keuangan yang baru, Sri Mulyani, untuk mengotak-atik APBN Perubahan 2016 yang jadi perdebatan sejak akhir pekan lalu, mendapat tanggapan dari Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon.
 
"Pemerintah tidak bisa seenaknya mengubah APBN-P yang telah ditetapkan menjadi undang-undang tanpa berkonsultasi dengan DPR terlebih dahulu," kata Fadli Zon dalam keterangannya, Rabu (10/8/2016).
 
Ia menambahkan, "APBN-P itu undang-undang, jadi pelaksanaannya tidak bisa diubah-ubah begitu saja di tengah jalan. Apalagi baru ditetapkan satu bulan lalu.”

Meski demikian, Fadli mengatakan, pemerintah tetap memiliki ruang menyiasati perkembangan perekonomian yang tidak sesuai asumsi. "Kalau mengubah APBN-P tentu harus melibatkan DPR, sebab ini merupakan undang-undang. Kecuali, yang dilakukan pemerintah sekadar menekan realisasi belanja, dan bukan mengubah postur APBN-P-nya. Jika yang dilakukan hanya menekan realisasi belanja, itu masih dimungkinkan," jelasnya.
 
Di sisi lain, Fadli menambahkan, dalam kondisi darurat pemerintah sebenarnya memiliki beberapa opsi menyiasati defisit anggaran. "Pertama, adalah menekan realiasasi anggaran. Jadi, bukan mengubah APBN-P, tapi menekan realisasi anggaran pada pos-pos yang masih bisa dilakukan penghematan. Ini pun dengan catatan bahwa pos-pos yang dikurangi penyerapannya itu bukan pos-pos belanja vital, seperti belanja pendidikan atau kesehatan," ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra tersebut.
 
Opsi selanjutnya, kata dia, pemerintah bisa saja menerbitkan Perppu merevisi batas maksimum defisit anggaran di atas tiga persen, atau menambah utang untuk menutupi defisit yang terus membesar tadi. Tapi sebaiknya dua opsi ini diabaikan, karena bisa menimbulkan moral hazard.
 
"Selama ini setiap kali kita tersandung masalah, solusinya selalu saja mengubah undang-undang, atau jika terkait anggaran selalu dengan menambah utang. Itu tradisi pengelolaan pemerintahan yang buruk. Makanya, dua opsi terakhir ini sebaiknya tidak dipilih," ujar Fadli.
 
Fadli juga mengingatkan Menteri Keuangan agar peringatan keras sang menteri soal anggaran tidak dimaksudkan sebagai prakondisi mendorong lahirnya kebijakan utang baru.
 
"Jangan sampai warning soal defisit anggaran oleh Menteri Keuangan ini justru dijadikan kondisi untuk membenarkan kebijakan utang baru oleh pemerintah. Ibu Sri Mulyani kini bukan lagi Direktur Pelaksana Bank Dunia, sehingga kita tentu berharap ia kini bekerja sebaik-baiknya untuk kepentingan Indonesia," paparnya.
 
Dia juga mengimbau pemerintah agar menata kembali proyek-proyek pembangunan.
 
"Sekarang masyarakat jadi tahu, jika kita sebenarnya tidak memiliki dana yang cukup untuk melakukan pembangunan, terutama bagi proyek-proyek mercusuar yang tidak mendesak, seperti proyek kereta cepat Jakarta-Bandung itu. Pernyataan Presiden bahwa dananya ada, tinggal mau kerja atau tidak, kini terbukti tidaklah benar," kata dia.
 
Karena itu, lanjut dia, pemerintah seharusnya memilih dan memilah kembali proyek-proyek pembangunan. "Dalam jangka pendek, yang kita perlukan adalah program-program ekonomi yang bisa memulihkan daya beli masyarakat dan mengurangi kesenjangan, sehingga ekonomi rakyat bisa berdenyut kembali," ujarnya.
 
"Para ekonom pemerintah jangan sampai lupa bahwa yang kita butuhkan saat ini bukan hanya menyelamatkan APBN, tapi terutama adalah menyelamatkan perekonomian nasional," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(MBM)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan