Darmin menilai pengaturan mengenai besaran pengenaan biaya isi ulang seharusnya melihat kondisi pasar dari industri perbankan. Dirinya memandang penetapan tarif lebih baik diserahkan pada mekanisme pasar atau industri tersebut.
Mantan Gubernur Bank Indonesia ini menilai otoritas baru bisa mengatur jika mekanisme pasarnya sudah tak efisien atau sudah memberatkan. Hal itu juga tentunya diatur oleh otoritas agar lebih efisien. Jika memang sudah efisien maka BI tidak perlu ikut campur dan industri perlu menetapkannya sendiri.
"Selama pasar berjalan efisien, biarkan saja pasar dan tidak usah ikut mengatur. Tapi kalau tidak efisien baru diatur. Tapi aturannya harus jadi efisien," kata Darmin, di Kemenko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Jumat 22 September 2017.
Hal senada juga disampaikan Ketua Dewan Komisioner (DK) OJK Wimboh Santoso yang meminta agar pengenaan biaya isi ulang tersebut dilepas ke mekanisme pasar. Atau dengan kata lain membiarkan bank mengatur besarannya sendiri. "Kalau harganya itu memang industri yang menentukan," kata Wimboh.
Mantan Komisaris Bank Mandiri ini mengatakan apapun kondisinya yakni ada pengenaan biaya atau tidak maka dirinya meminta agar pasar saja yang menentukan tarif tersebut. "Mau ada biaya, mau tidak ada biaya maka biar mekansime pasar. Saya rasa BI kan tidak mengatur harga," pungkas dia.
Sebelumnya, Bank Indonesia menetapkan skema harga uang elektronik untuk transaksi isi ulang. Skema ini dibedakan antara top up pengisian ulang yang dilakukan melalui kanal pembayaran milik penerbit kartu (top up on us), serta pengisian ulang yang dilakukan melalui kanal pembayaran milik penerbit kartu yang berbeda/mitra (top up off us).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id