Pengamat pajak Yustinus Prastowo. (FOTO: MTVN/Desi Angriani)
Pengamat pajak Yustinus Prastowo. (FOTO: MTVN/Desi Angriani)

Aturan Pajak e-Commerce Beri Kepastian ke Pelaku Usaha dan Konsumen

Suci Sedya Utami • 05 Oktober 2017 13:07
medcom.id, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menyelesaikan aturan pajak yang mengatur tentang transaksi jual beli berbasis online atau e-commerce.
 
Pengamat pajak yang juga merupakan Direktur Eksekutif CITA, Yustinus Prastowo memandang pengaturan e-commerce menjadi sangat penting dan relevan agar memberi kepastian bagi investor, pelaku, dan masyarakat sebagai konsumen. Sebab e-commerce menjadi fenomena cukup baru dan semakin penting dalam dunia bisnis dan perekonomian Indonesia.
 
Dia mengatakan negara memiliki hak, salah satunya pajak yang terutang dari aktivitas bisnis e-commerce. Maka sektor ini perlu diatur agar tercipta keadilan (membayar pajak sebagaimana perdagangan konvensional) dan pasti (didasarkan pada aturan yang jelas dan fair).

Oleh karena itu, kata Pras, upaya pemerintah menerbitkan aturan yang secara khusus mengatur e-commerce layak diapresiasi. Dirinya berharap aturan tersebut mampu menangkap dinamika bisnis yang sangat cepat, padat modal, dan sensitif terhadap regulasi yang tidak responsif.
 
"Maka rumusan aturan yang komprehensif, jelas, mengedepankan kepastian, kompatibel dengan pengaturan di negara lain, memberi insentif yang tepat sangat dibutuhkan," kata Pras dalam keterangan resmi, Jakarta, Kamis 5 Oktober 2017.
 
Namun, dirinya mengingatkan, karena e-commerce adalah sektor yang baru tumbuh, maka akan lebih baik bila pemerintah lebih hati-hati agar kebijakan yang diambil tidak men-discourage para pelaku. Untuk itu perlu identifikasi dan klasifikasi yang jelas terkait model bisnis dan skala bisnis yang ada.
 
Pelaku startup seharusnya mendapat perlakuan berbeda (insentif), agar dapat tumbuh kembang dengan baik, difasilitasi, dan terus dijaga agar kelak dapat berkontribusi maksimal bagi negara.
 
Menurut dia, pemerintah dapat fokus pada registrasi dalam hal ini pendataan dan pendaftaran para pelaku agar menjadi wajib pajak melalui representative office yang ada untuk pelaku luar negeri dan/atau menjadi pengusaha kena pajak. Domain kewenangan ada di Kominfo, namun tidak masuk ke ranah pajak.
 
"Saat registrasi mereka sekaligus ditetapkan sebagai wajib pajak dan/atau pengusaha kena pajak sesuai kondisi," tambah dia.
 
Dia menambahkan, memaksakan menjadi BUT tanpa mengubah UU PPh tidak dilakukan demi kredibilitas Pemerintah. Hal ini untuk menciptakan keadilan antara pelaku domestik dan yang berdomisili di luar negeri harus diciptakan equal playing field dengan kebijakan yang menjamin perlakuan setara. Maka koordinasi Kominfo dan DJP menjadi sangat penting.
 
Selain itu, jenis pajak yang dapat dipungut adalah PPN atas transaksi penjualan barang dan jasa kena pajak. Untuk memudahkan administrasi, dapat diusulkan pengenaan PPN dengan nilai lain atau tarif efektif sehingga lebih sederhana dan mudah.
 
Pras mengimbau agar pemerintah memperhatikan para pelaku bisnis rintisan (startup) agar dapat diberi insentif untuk tumbuh dan tidak ter-discourage dibandingkan pelaku bisnis konvensional. Migrasi model bisnis ke medium lain juga perlu diantisipasi, misalnya media sosial, sehingga perlu diatur agar tidak menimbulkan dampak buruk.
 
Dirinya yakin bahwa pemerintah terus mencari skema paling efektif, termasuk administrasi yang mudah dan murah, agar bisnis e-commerce dapat berkembang lebih baik. Maka, kata dia komparasi dengan negara lain menjadi penting, termasuk mendengarkan suara para pelaku usaha.
 
"Aturan baru seyogianya tidak ambisius untuk mengejar potensi pajak dalam jangka pendek, namun menciptakan kepastian dan ruang pertumbuhan bisnis yang baik agar kelak kita dapat memetik hasil yang semakin besar," jelas Pras.
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan