Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, realisasi PEN yang tidak optimal ini bisa menjadi indikator pemerintah tengah melakukan penghematan anggaran. Pada saat yang sama, pemerintah juga harus menjaga agar defisit anggaran tidak melebar.
"Karena pemerintah di satu sisi sedang mengatur bagaimana agar defisit anggaran tidak melebar. Jadi pemerintah terindikasi melakukan penghematan anggaran dengan mengurangi alokasi program perlindungan sosial yang dibutuhkan masyarakat," katanya kepada Medcom.id, Rabu, 3 November 2021.
Ia menambahkan, penghematan anggaran bantuan sosial ini bisa mengganggu daya beli masyarakat kelas menengah bawah. Apalagi dengan pemulihan ekonomi yang belum merata, penghematan anggaran bisa menjadi penghambat bagi upaya percepatan pemulihan ekonomi Indonesia.
"Penghematan anggaran yang terlalu cepat sebenarnya berisiko ya bagi daya beli kelas menengah rentan dan orang miskin. Apalagi pemulihan ekonomi kan tidak merata, belum semua lapangan kerja normal lagi. Jadi dimohon sekali pemerintah tidak tergesa-gesa kurangi stimulus," ungkapnya.
Selain itu, Bhima menyebut kendala lain yang dihadapi pemerintah adalah persoalan teknis pencairan anggaran yang masih terjadi dan berulang. Ia mencontohkan, pencairan Dana Alokasi Umum (DAU) yang terhambat karena 90 persen pemerintah daerah (pemda) yang laporannya dianggap belum sesuai petunjuk.
"Dana pemda yang ditahan di perbankan per September 2021 masih Rp194 triliun, gemuk dan hambat serapan di tingkat daerah. Kalau memang ada hambatan teknis seperti soal laporan administrasi, sebaiknya pemerintah baik Kemenkeu maupun BPK turun gunung beri pendampingan intens sampai hambatan teknisnya diselesaikan," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News