"Kebijakan (membebaskan pajak barang mewah) ini secara ekonomi kecil manfaatnya dan biaya sosialnya besar," kata Ecky, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Kamis (18/6/2015).
Menurut dia, kebijakan yang bertujuan untuk menggerakkan konsumsi atau dengan kata lain membuat warga semakin meningkatkan pembelian barang-barang dinilai merupakan hal yang kontraproduktif.
Dirinya mengingatkan bahwa ada jenis konsumsi yang bertujuan bukan memenuhi kebutuhan riil tetapi lebih didorong kepada hasrat untuk mendapatkan pengakuan status sosial atau pujian. "Mereka yang punya uang akan bernafsu memburu barang mewah terlepas dari harganya," katanya.
Untuk itu, ia berpendapat, bila pemerintah ingin menggerakkan konsumsi seharusnya barang yang pajak dilepas adalah kebutuhan rumah tangga menengah ke bawah. Hal tersebut karena perubahan harga bagi golongan menengah ke bawah sangat terpengaruh dengan perubahan harga.
Selain itu, Ecky juga mengingatkan bahwa salah satu janji pemerintah adalah menurunkan tingkat ketimpangan yang sebenarnya dapat dicapai dengan mendistribusikan kue ekonomi secara merata dan sesuai dengan asas keadilan sosial.
Sebelumnya, Kemenkeu berencana menghapus penerapan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) selain kendaraan bermotor untuk kelompok barang tertentu yang sudah tidak lagi dianggap mewah karena perkembangan zaman.
"Pemerintah menganggap perlu melakukan penghapusan PPnBM atas sebagian barang, karena adanya perkembangan ekonomi dan kemajuan teknologi yang menyebabkan status barang tersebut sudah tidak lagi mewah," kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, di Jakarta, Kamis 11 Juni.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News