Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengakui kehadiran LPI masih dibayang-bayangi oleh skandal kasus One Malaysia Development Berhad (1MDB) yang menyebabkan kerugian senilai Rp63,8 triliun. Skandal tersebut menyeret nama mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak sebagai pengawas lembaga investasi tersebut.
Karena itu, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2020, LPI menjadi bentuk kekayaan negara yang dipisahkan. Artinya dimiliki dan dikelola sepenuhnya, serta menjadi tanggung jawab LPI.
"Memang karena jadi bentuk kekayaan negara yang dipisahkan, pada saat mengalami kerugian maka adalah kerugian LPI," kata Isa dalam bincang bareng DJKN, Jumat, 18 Desember 2020.
Namun demikian, masih banyak upaya preventif lainnya yang dilakukan pemerintah untuk mencegahnya potensi kerugian tersebut. Salah satunya memilih secara cermat instrumen dan tempat untuk investasi.
"Saya berharap kita lebih banyak melihat apakah LPI dipersiapkan dengan cermat, dengan baik sehingga kita bisa mencegah terjadinya kemungkinan-kemungkinan tersebut," ujar Isa.
Berdasarkan Pasal 51, dijelaskan mekanisme yang bisa dilakukan jika nantinya lembaga tersebut mengalami kerugian. Pertama, Dewan Direktur menetapkan batas toleransi kerugian investasi LPI setelah berkonsultasi dengan Dewan Pengawas.
Jika batas toleransi ini terlampaui, Dewan Direktur melaporkan dan membahas langkah yang harus diambil bersama Dewan Pengawas. Pembahasan bersama dilakukan paling lama 60 hari kalender terhitung sejak tanggal laporan keuangan.
Langkah selanjutnya, Dewan Direktur dapat memutuskan penggunaan cadangan wajib untuk menutup kerugian. Dalam hal LPI mencatatkan laba, LPI wajib mengembalikan jumlah penggunaan cadangan wajib itu untuk menutup kerugian ke rekening cadangan wajib, sesuai dengan ketentuan mengenai distribusi laba.
Setelah itu, dalam hal akumulasi kerugian LPI menyebabkan modal LPI turun sehingga menjadi 50 persen dari modal awal, pemerintah dapat menambah modal LPI.
Isa menerangkan pada dasarnya LPI dibentuk sebagai kendaraan jangka panjang. Sehingga pemerintah tidak akan mengukur kinerja baik dalam kerugian dalam suatu aksi investasi berdasarkan dalam jangka pendek atau satu tahun saja.
Pemerintah akan melihatnya secara horizon untuk mengukur penilaian. Misalnya dalam jangka waktu lima tahun berapa yang bisa dicapai oleh lembaga anyar tersebut.
"Dalam horizon lima tahun berapa yang bisa dicapai. Di situ memang pasti ada yang untung besar, ada yang untung sedikit, ada yang rugi, ada yang di-cut lost dan lain-lain. Tapi kita mengusahakan portofolio tersebut tetap untung," tutur dia.
Lagi pula, LPI bukan lembaga keuangan seperti bank atau asuransi, yakni dapat mengelola investasi tanpa nilai minimum. Semakin banyak dana kelola investasinya, maka akan semakin baik. Di tahap awal pemerintah menggelontorkan Rp15 triliun sebagai modal.
"Masalah modal kalau turun, pemerintah kemungkinan akan menambah lagi. Tapi saya lebih cenderung optimistis. Ada beberapa (mitra) sudah menunjukkan minat serius untuk kolaborasi dengan LPI ini," jelas Isa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News