"Jadi tidak hanya memperbaiki kualitas kesehatan, cukai MBDK berpotensi meningkatkan penerimaan negara," tutur Abdillah, dilansir dari Antara, Jumat, 1 April 2022.
CISDI merekomendasikan tarif cukai MBDK dihitung berdasarkan kandungan gula sebesar 20 persen secara komprehensif, dan besaran cukainya ditingkatkan setiap tahun. Menurutnya, penerapan cukai berdasarkan kandungan gula lebih efektif dalam menurunkan prevalensi berat badan berlebih dan obesitas.
"Desain cukai ini akan memberikan beban cukai yang lebih berat pada produk MBDK tinggi gula, sehingga efek terhadap penurunan konsumsi akan lebih terpengaruh," katanya.
Ia memaparkan teh kemasan menjadi minuman berpemanis dalam kemasan yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia, disusul kemudian minuman ringan, sari buah, serta minuman kemasan. Konsumsi teh kemasan meningkat dari 250 juta liter di 2011 menjadi 400 juta liter di 2014.
"Kemudian dibandingkan dengan negara lain di ASEAN, Indonesia menempati urutan ketiga per kapita konsumsi per tahun. Tertinggi yakni di Thailand sebanyak 59 liter per tahun per orangnya, di kita 29 liter minuman kemasan per orang dalam setahun," tutur Abdillah.
Menurut peneliti CISDI Gita Kusnadi, konsumsi minuman berpemanis di Indonesia melonjak 15 kali lipat dalam dua dekade terakhir sehingga menambah beban biaya kesehatan yang ditanggung negara.
Dalam materi diskusinya, Gita menyebutkan biaya layanan primer dan rujukan perawatan untuk diabetes yang dikeluarkan BPJS Kesehatan meningkat dari Rp84 triliun di 2017 menjadi Rp108 triliun di 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News