Dilansir Medcom.id dari data APBN KiTa, Rabu, 27 Oktober 2021, rasio utang pemerintah sebesar 41,38 persen terhadap Produk Domestik (PDB). Rasio utang pemerintah masih aman karena berada di bawah ketentuan Undang-Undang (UU) Keuangan Negara, yaitu maksimal 60 persen dari PDB.
"Kenaikan utang Indonesia terutama disebabkan adanya kenaikan utang dari Surat Berharga Negara Domestik sebesar Rp89,08 triliun, sementara Surat Berharga Negara dalam valuta asing mengalami kenaikan sebesar Rp6,2 triliun. Sedangkan, untuk pinjaman terjadi penurunan sebesar Rp9,19 triliun," tulis keterangan tersebut.
Jika dirinci, utang pemerintah terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp5.887,67 triliun atau 88 persen dari total utang. Selain itu ada pinjaman sebesar Rp823,85 triliun atau 12 persen dari keseluruhan utang pemerintah sampai dengan akhir September lalu.
Pinjaman pemerintah terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp12,52 triliun. Sementara itu pinjaman luar negeri tercatat sebesar Rp811,33 triliun yang terdiri dari pinjaman bilateral Rp306,18 triliun, multilateral Rp463,67 triliun, serta commercial bank Rp41,48 triliun.
Untuk SBN terdiri dari domestik sebesar Rp4.606,79 triliun terdiri Surat Utang Negara (SUN) Rp3.741,31 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp865,48 triliun. Sedangkan SBN valas Rp1.280,88 triliun yang terdiri SUN Rp995,17 triliun dan SBSN Rp285,70 triliun.
"Untuk tetap menjaga pengelolaan utang yang hati hati, terukur dan fleksibel di masa pandemi, beberapa langkah pengelolaan utang telah dilakukan pemerintah di antaranya dengan menjaga komposisi utang SBN domestik lebih besar daripada utang dalam bentuk valuta asing," lanjut keterangan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News