Pada Agustus, ICP rata-rata tercatat berada di level USD57,26 per barel. Rata-rata ICP pada bulan lalu turun sebesar USD4,05 per barel dibandingkan dengan poisi bulan sebelumnya yang sebesar USD61,32 per barel. Sementara perkiraan hingga akhir tahun, asumsi ICP diperkirakan berada di level USD63 per barel.
"Kita akan lihat apakah dampaknya akan permanen atau hanya sebatas singkat," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, di Jakarta, Senin malam, 16 September 2019.
Ani sapaan akrabnya mengatakan serangan tersebut memang menimbulkan dampak kerentanan pada pasokan minyak milik Arab Saudi. Sebab Arab Saudi merupakan salah satu pemasok minyak terbesar di seluruh dunia. Apabila ada produksi yang dipangkas akibat insiden tersebut maka keseimbangan pasokan bisa saja terganggu. Artinya nantinya berpengaruh pada harga.
Hal ini bisa terlihat dari pergerakan harga minyak dunia usai insiden tersebut yang mengalami peningkatan. Oleh karenanya pemerintah ingin melihat tindakan pemulihan yang dilakukan Arab Saudi selanjutnya setelah serangan tersebut.
"Kita harus melihat kejelasan seberapa cepat mereka recover. Berapa banyak yang bisa disuplai oleh cadangan minyak mereka," jelas Ani.
Pergerakan harga minyak dunia melonjak pada Senin waktu setempat (Selasa WIB), setelah serangan pesawat tak berawak menghantam fasilitas minyak utama Arab Saudi dan memaksa negara itu untuk memotong setengah dari produksi minyak mentahnya.
Mengutip Xinhua, Selasa, 17 September 2019, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober naik USD8,05 menjadi USD62,9 per barel di New York Mercantile Exchange. Minyak mentah Brent untuk pengiriman November naik USD8,8 menjadi USD69,02 per barel di London ICE Futures Exchange, London.
Serangan tersebut menyebabkan terganggunya sejumlah pasokan minyak mentah yang diperkirakan mencapai 5,7 juta barel, atau sekitar 50 persen dari produksi perusahaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News