Berdasarkan pengalamannya menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia, banyak negara yang melakukan reformasi secara ambisius biaya di dalam kondisi krisis. Atau dengan kata lain, harus ada kondisi yang membuat negara tersebut terguncang, baru lah ada inisiatif untuk mereformasi ekonominya.
Baca: Indonesia akan Diseminasikan 12 Paket Reformasi Ekonomi di Qatar
"Saya enggak pernah melihat negara lain disiplin dengan reformasi," kata Ani di Bali, Kamis (8/11/2016).
Sementara Indonesia, tanpa ada sesuatu yang genting sudah berinisiatif untuk melakukan reformasi. Meski, Indonesia pernah juga diguncang krisis di 1998 sehingga neraca pembayarannya mengalami tekanan dan mengharuskan perubahan struktur di setiap lini ekonomi.
Misalnya saja Yunani yang bangkrut karena tak mampu membayar utangnya sehingga membuat negaranya dilanda krisis. Negara tersebut dengan imbauan dana moneter internasional (IMF) harus mengganti struktur ekonominya secara masif. Artinya harus didorong oleh IMF untuk melakukan perubahan.
Sedangkan Indonesia, meski tidak dalam genggaman IMF, namun Indonesia memiliki paket reformasi yang sangat ambisius. Ini terlihat bahwa kita sama ambisiusnya dengan negara yang berada dalam genggaman IMF.
"Momentum reformasi kita bisa dilihat dari izin investasi tiga jam. Lalu Presiden turun langsung. Jarang ada di negara lain Presidennya sendiri yang datang," tutur dia.
Lebih jauh, tambah dia, meski dalam hal reformasi bisa dikatakan hebat, namun bagaimana cara untuk menyampaikan hasil reformasi ke masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News