"Kondisi pandemi covid-19 belum bisa dipastikan dan tidak dapat diprediksi perkembangannya. Karenanya, kebijakan fiskal yang mengarah pada penyangga perekonomian masih dibutuhkan," jelas dia, dilansir Mediaindonesia.com, Kamis, 18 November 2021.
Sedangkan menyoal realisasi belanja pemerintah, imbuh Jahen, berbagai kegiatan program pembangunan yang memiliki dampak berganda dirasa perlu untuk digalakkan. Dengan demikian, diharapkan aktivitas ekonomi bisa berjalan dan masyarakat mendapatkan dampak positif pada kesejahteraannya.
Sementara itu, Peneliti dari Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menuturkan, APBN masih memiliki ruang fleksibilitas di 2022. Sebab hal itu dikehendaki oleh UU 2/2020 dan dukungan politik dari DPR yang memberikan keleluasaan kepada pemerintah dalam mengelola anggaran di masa krisis.
Yusuf menambahkan, selain aturan dan dukungan politik, pemerintah juga mendapatkan dorongan dari penerimaan pajak yang diproyeksikan bakal naik. Hal itu tercermin dari asumsi makro dalam APBN 2022 yang menargetkan ekonomi Indonesia tumbuh lima persen.
Berikut postur APBN 2022 yakni:
- Pendapatan negara mencapai Rp1.846,14 triliun yang terdiri dari pendapatan dalam negeri Rp1.510 triliun.
- Penerimaan perpajakan internasional Rp41,08 triliun.
- Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp335,6 triliun.
- Penerimaan hibah Rp579 miliar.
- Belanja negara yang disahkan mencapai Rp2.714,16 triliun terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.944,54 triliun.
- Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) Rp769,61 triliun.
- Defisit anggaran 2022 mencapai Rp868,2 triliun atau 4,85 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News