Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan mengatakan insentif-insentif yang diberikan dampaknya tidak besar bagi berkurangnya penerimaan pajak. Robert menegaskan pertumbuhan penerimaan pajak lebih banyak terpengaruh oleh kondisi ekonomi dan juga inflasi.
"Kalau yang kita address insentif itu harusnya potential lost-nya enggak terlalu banyak, jadi enggak ganggu tax ratio, yang ganggu adalah ekonominya," kata Robert di media gathering, Bali, Jumat, 2 Agustus 2019.
Dia memang tidak memungkiri adanya penerimaan pajak yang berkurang, Misalnya saja dari hitung-hitungan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) terdapat tax expenditure atau nama lain dari potensi berkurangnya penerimaan pajak sebesar Rp180 triliun dari berbagai insentif yang diberikan.
Namun, Robert menggarisbawahi akan ada dampak positif yang dihasilkan dari adanya insentif tersebut. Robert bilang insentif pajak yang diberikan ditujukan untuk membuat ekonomi lebih atraktif yang nantinya akan menciptakan investasi atau kegiatan usaha baru. Dengan makin banyaknya kegiatan ekonomi atau usaha baru yang mungkin bisa dipajaki ke depannya.
Relaksasi dalam dua tahun terakhir yang dimaksud yakni perluasan sektor dan besaran investasi untuk fasilitas tax holiday yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 150 Tahun 2018.
Kemudian ada juga baru-baru ini mengenai pemangkasan pajak penghasilan (PPh) 22 atas penjualan barang mewah dari lima persen menjadi satu persen yang diatur dalam PMK 92 Tahun 2019. Ketentuan ini berlaku bagi rumah dengan tanahnya, apartemen, kondominium dan sebagainya dengan harga jual atau harga pengalihan lebih dari Rp30 miliar dengan luas bangunan lebih dari 300 m2.
"Misalnya pemberian tax holiday, investasi datang karena tax holiday juga, atau bisa juga kalau tax holiday tidak ada, investasi tidak datang. Jika investasinya enggak ada, bisa juga dia (penerimaan pajaknya) enggak hilang). Jangka pendek memang lost-nya ada tapi ke depan mesti dilihat juga akan create usaha baru," jelas Robert.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News