"Kalau kita bicara tentang kebijakan fiskal, dominasi sektor energi luar biasa di dalam APBN kita sampai hari ini," kata dia, dalam video conference, Selasa, 27 Juni 2022.
Ia menambahkan anggaran tersebut juga harus mengalami peningkatan seiring dengan naiknya harga komoditas global. Saat ini, harga minyak mentah dunia rata-rata sebesar USD120 per barel, sedangkan dalam APBN 2022 hanya USD63 per barel sehingga membuat kebutuhan untuk subsidi dan kompensasi melonjak.
"Gara-gara harga energi naik luar biasa, itu Rp500 triliun itu uang beneran, yang mungkin kita bakar untuk listrik, elpiji tiga kg, pertalite, diesel, minyak tanah, dan pertamax yang walaupun naik namun belum mereferensikan harga keekonomiannya," ungkapnya.
Baca: Berlaku 1 Juli 2022, Ini Cara Daftar MyPertamina untuk Beli Pertalite |
Padahal di sisi lain, pemerintah juga memiliki kebutuhan untuk penanganan masalah perubahan iklim yang mayoritas disumbangkan oleh sektor energi. Apalagi Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi dalam rangka penanganan iklim melalui Nationally Determined Contribution (NDC).
Dalam komitmen tersebut, Indonesia berkomitmen menurunkan emisi hingga 29 persen pada 2030 dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional. Dana yang dibutuhkan untuk mencapai target tadi diperkirakan mencapai Rp3.461 triliun.
"Kalau APBN dilihat dari NDC yang didominasi dari sisi implikasi keuangannya sangat besar adalah sektor energi. Bayangkan (Rp500 triliun) itu kalau kita taruh NDC Rp3.000 triliun itu sudah luar biasa anggarannya setahun," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News