Namun sayangnya, di tengah jalan Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan dirinya tak memiliki data untuk mengejar target tersebut. Padahal, DJP tak bisa bekerja tanpa data.
"Saya enggak pernah punya (data). Yang punya itu Pak Bambang Brodjonegoro," kata Ken ditemui di Kemenkeu, Jakarta Pusat, Senin (22/8/2016).
Padahal sebelumnya, Ken mengatakan pihaknya sudah memiliki data dari berbagai sumber, termasuk dengan mencocokan data dari negara G-20 dan data Panama Papers. Malah, kata Ken sebelum data Panama Papers keluar, pihaknya telah memiliki data terlebih dahulu.
"Itu (Panama Papers) kan cuma nama, saya punya nama dan akunnya. Data saya lebih banyak, pokoknya lengkap lah," klaim Ken beberapa waktu lalu.
Padahal, menurut sumber Metrotvnews.com yang tak mau disebutkan namanya, jika merujuk pada pernyataan memiliki data yang lebih banyak, otoritas pajak bisa mengejar penerimaan dengan menelusuri data tersebut tanpa harus menerapkan pengampunan pajak atau tax amnesty.
Pasalnya, dengan adanya tax amnesty ada potensi penerimaan yang hilang karena tarif pajak yang didapatkan lebih rendah dibandingkan dengan tarif normal jika dikejar melalui data yang dimiliki.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dengan kondisi yang terjadi saat ini, meski adanya data, agak berat untuk mengejarnya karena secara agregat ekonomi kini tengah mengalami penurunan sehingga membuat penerimaan yang mengandalkan ekonomi akan sulit untuk dicapai.
Sementara itu, Pengamat Pajak CITA, Yustinus Prastowo mengatakan, jikapun Dirjen Pajak memiliki data, datanya tersebut sudah lama dan mungkin saja sudah tidak valid karena kadaluarsa. Data pajak mesti diperbaharui setiap lima tahun. Lagi pula, adanya tax amnesty untuk memperbaharui data tersebut serta mempersiapkan adanya keterbukaan akses informasi data (AEoI) 2018.
"Kalaupun ada, itu harus divaliditas dan akurasi data, jadi data itu enggak bisa jadi duit langsung (enggak masuk ke kantung penerimaan," jelas Prast.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News