"Indonesia sebenarnya kini mulai berdiskusi dan juga berinisiatif dengan Asian Development Bank tentang apa yang kami sebut sebagai mekanisme transisi energi. Ini adalah bagaimana kita akan menghentikan energi batu bara. Tapi pada saat yang sama, memastikan ada pendanaan yang akan membeli kontrak batu bara di masa depan," kata dia dalam diskusi dengan senior pembuat kebijakan dilansir di laman resmi Kemenkeu, Selasa, 19 Oktober 2021.
Ia menyebut, pendanaan baru diperlukan untuk dapat menghasilkan energi yang cukup untuk mengkompensasi batu bara sekaligus memenuhi kebutuhan energi yang akan terus tumbuh seiring dengan pemulihan. Di sisi lain, pemerintah perlu memperhatikan dampak dari transisi energi, seperti tenaga kerja, peningkatan inflasi, hingga daya beli masyarakat.
"Hal tersebut berpotensi menimbulkan reaksi yang cukup besar terhadap dukungan politik. Kita seharusnya tidak hanya merancang transisi ini secara teknis dan teknokratis, tetapi kita juga harus sangat memperhatikan ekonomi politik," ungkapnya.
Produsen batu bara
Pemerintah terus melakukan diskusi dengan banyak produsen batu bara dan produsen energi batu bara untuk membahas bagaimana transisi harus dirancang. Dalam diskusi tersebut, pemerintah juga menjelaskan mengenai penerapan pajak karbon yang tertuang di dalam Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP)."Ketika kami berdiskusi dengan pelaku usaha, saya dapat memperkenalkan carbon price, carbon market, dan carbon tax dalam undang-undang yang baru disahkan dua minggu lalu. Di masa yang sangat kritis ini, Indonesia mampu mengesahkan undang-undang untuk dapat memperkenalkan mekanisme pasar bagaimana mengatasi masalah perubahan iklim ini," jelas dia.
Penerapan pajak karbon mengedepankan prinsip keadilan (just) dan keterjangkauan (affordable) dengan memperhatikan iklim berusaha dan masyarakat kecil. Implementasi akan diberlakukan pada sektor PLTU batu bara per 1 April 2022 dengan skema cap and tax yang searah dengan implementasi pasar karbon yang mulai berjalan di sektor tersebut.
Sementara itu, Sri Mulyani menambahkan, penerapan pajak karbon pada sektor lain akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan roadmap yang akan memperhatikan perkembangan pasar karbon, pencapaian target dalam Nationally Determined Contribution (NDC), kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi.
"Indonesia mencoba melakukan semua reformasi kita, bahkan dalam kondisi yang sulit ini. Pemerintah Indonesia melakukan reformasi perpajakan. Mudah-mudahan, kita akan memiliki mobilisasi sumber daya domestik yang lebih baik. Kami juga memperbaiki iklim investasi. Kami terus melakukan peningkatan produktivitas dan inovasi," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News