Terlebih, kondisi perekonomian Amerika Serikat yang belum stabil setelah diterpa badai krisis pada 2008 dan 2012 masih berlanjut. Karena itu, tantangan perekonomian ke depan bakal lebih berat.
Hal itu diucapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Pidato Kenegaraan Rancangan Undang-undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 dan Nota Keuangan di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (15/8/2014).
Menurutnya, konflik-konflik yang masih berlanjut dan ketidakpastian ekonomi negara maju bakal berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Perlambatan bisa terjadi hingga berimbas pada sasaran pembangunan, tak terkecuali tingkat kemiskinan.
Karenanya, Presiden dua periode itu mengisyaratkan kepada pemerintah mendatang agar bekerja bersama Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana yang telah dilakukannya. Pemerintah diharapkan mengambil langkah-langkah strategis dari sisi fiskal, moneter, maupun sektor riil.
Dia juga mencontohkan paket kebijakan ekonomi yang terkoordinasi baik dari tiga sektor tersebut. Di antaranya mengelola rasio utang negara dan menurunkan defisit transaksi berjalan. Seperti sebelumnya, pemerintah berhasil menurunkan US$10 miliar pada triwulan kedua 2013 menjadi US$4 miliar triwulan keempat 2013.
"Prinsip kehati-hatian fiskal dan pengamanan risiko fiskal juga kita terapkan dalam pengelolaan utang kita. Rasio utang terus kita turunkan dari 56,6% dari PDB pada 2004 menjadi sekitar 25,6% pada tahun 2014. Hal ini akan terus kita jaga keseimbangannya di tahun-tahun mendatang sehingga anggaran kita tidak mudah terpengaruh oleh gejolak domestik maupun global sekaligus memperkokoh fiskal kita," kata SBY.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News