Keluhan tersebut mengemuka dalam Dialog Capres Bersama Kadin di Djakarta Theater, Kamis, 11 Januari 2024.
Dua calon presiden (capres), yaitu capres nomor urut 1 Anies Baswedan dan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo, hadir memenuhi undangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia secara bergantian. Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto meminta dialog dengannya diundur ke hari ini. Prabowo terpantau berkampanye di Bengkulu, Kamis, 11 Januari 2024.
Dalam kesempatan dialog tersebut, Anies diminta mengemukakan strategi untuk perluasan wajib pajak agar tidak hanya wajib pajak yang ada saat ini yang menanggung beban pajak.
"Fakta di lapangan menunjukkan pelaku usaha yang taat pajak harus bersaing dengan pelaku usaha yang tidak taat pajak. Akibatnya cost yang dipikul pelaku usaha yang taat pajak jadi lebih tinggi jika dibandingkan dengan pelaku usaha yang tidak taat pajak," tutur Ketua Komite Tetap Perpajakan Kadin Indonesia Siddhi Widyaprathama.
Anies mengungkapkan target menaikkan rasio pajak dari yang saat ini sekitar 10,4 persen menjadi berkisar 13-16 persen. Menurut dia, target tersebut cukup realistis.
Baca juga: NIK Terintegrasi NPWP Capai 59 Juta, Ditjen Pajak: Sudah 82% |
Reformasi perpajakan via fiscal cadaster
Dikatakan Anies, perpajakan memerlukan reformasi yang cukup serius. Dalam hal perluasan wajib pajak, ia berencana melakukan fiscal cadaster atau semacam sensus ulang untuk mengidentifikasi objek-objek pajak yang terlewat.
"Fiscal cadaster ini biasanya yang enggan melakukan justru dari dalam badan pajak itu sendiri, karena akan ketahuan, mana yang sesungguhnya terlewat dan jadi rente," ujar Anies.
Menurut Anies, cara tersebut pernah ia terapkan di DKI Jakarta. Ia mencontohkan, petugas menyusuri Jalan Gatot Subroto untuk mendata tanah, bangunan, maupun tempat usaha.
Petugas menemukan banyak tanah yang pajaknya dibayar, tetapi pajak untuk gedungnya tidak dibayar meskipun sudah berdiri selama 10 tahun. Hal itu karena gedungnya tidak pernah tercatat sebagai objek pajak.
"Di situ sebetulnya kenapa fiscal cadaster itu tidak diinginkan, begitu masuk maka tidak bisa ada lagi hengki pengki di situ karena seluruh datanya akan tercatat melalui fiscal cadaster," ungkap Anies yang juga mantan Gubernur DKI Jakarta.
Baca juga: Sri Mulyani Bakal Rombak Administrasi Perpajakan Jadi Lebih Modern |
Bukan pemerasan
Strategi meningkatkan rasio pajak juga ditanyakan kepada Ganjar. Ia menekankan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak bukan bentuk pemerasan dari pemerintah.
Pernyataan Ganjar itu merupakan respons atas pertanyaan yang dilontarkan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Investasi Tony Wenas.
Ganjar menyampaikan, untuk upaya ekstensifikasi pajak tidak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah, tetapi memerlukan kerja sama dengan pelaku usaha, termasuk dengan Kadin.
"Jadi, kita ajak dialog, jangan diancam, Pak. Mereka ini kan punya semangat berusaha. Saya pernah di pemerintahan dan pemerintah tidak bisa berjalan sendiri, butuh mitra seperti dengan Kadin," katanya.
Dilansir dari laman resmi Kementerian Keuangan, dengan rasio pajak sekitar 10,4 persen, penerimaan pajak pada 2023 mencapai Rp1.869,2 triliun atau 108,8 persen terhadap target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Penerimaan pajak tersebut melampaui target yang telah ditetapkan selama tiga tahun berturut-turut sejak 2021.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News