Ilustrasi. Foto: dok MI/Andri Widiyanto.
Ilustrasi. Foto: dok MI/Andri Widiyanto.

Tak seperti Kebanyakan Negara Berkembang Lain, Ekonomi RI Jauh Lebih Seimbang!

Husen Miftahudin • 21 Maret 2022 20:00
Jakarta: Bank Indonesia (BI) menilai pemulihan ekonomi global pada tahun ini masih tidak merata lantaran pertumbuhannya masih ditopang oleh negara-negara maju, sama seperti tahun lalu. Namun pemulihan ekonomi Indonesia diyakini lebih seimbang dibandingkan kebanyakan negara-negara berkembang di dunia.
 
"Pertumbuhan ekonomi kita jauh lebih seimbang. Tidak hanya didukung oleh ekspor, tapi juga konsumsi rumah tangga, investasi khususnya investasi non bangunan karena begitu banyaknya reformasi struktural termasuk hilirisasi termasuk PMA (Penanaman Modal Asing), serta stimulus dari pemerintah dan BI terus kita lakukan untuk mendorong ekonomi kita," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Leader's Insight pada Kuliah Umum BI yang disiarkan secara virtual, Senin, 21 Maret 2022.
 
Dengan struktur tersebut, ekonomi Indonesia diprediksi tumbuh lebih baik dibandingkan realisasi tahun sebelumnya. Bank sentral memproyeksi pertumbuhan ekonomi dalam negeri pada 2022 ini berada di kisaran 4,7 persen hingga 5,5 persen, angka ini jauh lebih baik dibandingkan 3,7 persen pada 2021.

Perry menyebutkan harga-harga di dalam negeri stabil. Ketahanan eksternal Indonesia juga lebih kuat untuk mengatasi dampak global seperti ketegangan geopolitik, normalisasi kebijakan negara-negara maju, serta berbagai risiko pasar keuangan global.
 
Ketahanan sistem keuangan Indonesia juga kuat, pun termasuk perbankan dengan rasio kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) yang rendah. Apalagi penyaluran kredit tumbuh lebih tinggi sebesar 6,6 persen, dengan sektor UMKM juga tumbuh sebanyak 14,1 persen.
 
"Untuk itu, kita juga beruntung bahwa Indonesia dengan koordinasi dan kebijakan yang sangat kuat bagaimana kebijakan-kebijakan ekonomi kita, menyinergikan langkah-langkah untuk mempercepat vaksinasi, pembukaan-pembukaan sektor ekonomi, terus menerapkan Undang-Undang Cipta Kerja sebagai reformasi di sektor riil untuk hilirisasi, dan juga untuk bagaimana kita mengarah kepada industrialisasi dan manufaktur," urai dia.
 
Perry menjelaskan, tidak meratanya pemulihan ekonomi global terjadi karena kemampuan negara-negara di dunia untuk pulih dari covid-19 tidak seimbang. Negara-negara maju bisa melakukan vaksinasi secara cepat dengan menggelontorkan stimulus secara besar-besaran, baik itu stimulus fiskal maupun stimulus moneter.
 
Sayangnya, kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh negara-negara berkembang yang memang langkahnya lebih terbatas. Di banyak negara berkembang, kemampuan untuk membeli vaksin dan melakukan langkah-langkah kesehatan dari pandemi covid-19 itu relatif terbatas, sehingga pemulihan ekonomi berjalan lebih lambat.
 
"Di banyak negara berkembang, kemampuan untuk membeli vaksin dan juga melakukan langkah-langkah kesehatan dari covid-19 itu terbatas. Melakukan stimulus fiskal dan moneter juga terbatas, belum lagi banyak negara berkembang, terutama di Afrika, terbebani utang," tutup Perry.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan