Ia mengungkapkan, saat ini dunia sedang dihadapkan pada masalah konflik di Rusia dan Ukraina yang menyebabkan harga komoditas meningkat. Pada saat yang sama, bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed juga mulai melakukan normalisasi kebijakan moneter karena tingginya inflasi di negara tersebut.
"APBN selalu diandalkan menjadi shock absorber, penyerap dari gejolak yang terjadi, baik itu gejolak karena pandemi maupun gejolak karena komoditas maupun gejolak karena inflasi dan kemudian terjadinya (kenaikan) interest rate," kata dia dalam video conference, Senin, 28 Maret 2022.
Sri Mulyani menambahkan, konflik di Rusia dan Ukraina, kenaikan harga komoditas, hingga normalisasi kebijakan The Fed akan menciptakan cost of fund yang memengaruhi APBN. Padahal, saat ini APBN juga masih berupaya menjaga pemulihan ekonomi, melindungi kesehatan dan daya beli masyarakat akibat pandemi.
"Pada saat yang sama APBN tetap harus menjalankan tugas menjaga pemulihan ekonomi, menjaga kesehatan masyarakat, menyelamatkan daya beli masyarakat, dan juga APBN sendiri harus bisa disehatkan kembali. Inilah multiple objektif yang harus terus menjadi perhatian Kementerian Keuangan," ungkapnya.
Dalam paparannya, ia menyebut, pelaksanaan APBN 2022 akan difokuskan pada program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Namun di sisi lain, APBN menghadapi potensi kenaikan pendapatan dan belanja, serta potensi naiknya risiko pembiayaan APBN seperti kenaikan yield Surat Berharga Negara (SBN).
"Berbagai gejolak akan terus terjadi dan APBN selalu diandalkan menjadi instrumen yang utama. Oleh karena itu, kita akan terus menjaga APBN, namun juga menjaga ekonomi dan menjaga masyarakat. Tiga hal tugas yang sangat kompleks yang harus kita lakukan pada 2022 ini," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News