Ilustrasi. FOTO: MI/SUMARYANTO
Ilustrasi. FOTO: MI/SUMARYANTO

8 Tantangan Ekonomi Ini Bakal Dihadapi Indonesia di 2022

Angga Bratadharma • 30 Desember 2021 09:11
Jakarta: Ketua Badan Anggaran DPR RI MH Said Abdullah mengungkapkan di 2022 Indonesia masih bakal menghadapi sejumlah tantangan yang tidak mudah. Untuk itu, semua pihak harus bisa bergotong royong menyelesaikan semua tantangan tersebut guna memacu pertumbuhan ekonomi lebih maksimal.
 
"Dua hari lagi kita akan segera berganti tahun menuju 2022. Jatuh dan bangun adalah guru bagi insan yang bijak. Menapaki 2022 kita masih akan menghadapi segenap tantangan yang tidak mudah. Kita harus mewaspadai segenap hal," kata Said, dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 30 Desember 2021.
 
Berikut delapan tantangan tersebut:

1. Meluasnya varian Omicron

Segenap negara di dunia kembali mengkoreksi pertumbuhan ekonomi. European Center for Desease Prevention and Control (ECD) telah mengingatkan sejumlah otoritas di Eropa bahwa varian Omicron akan menyebabkan tingkat infeksi yang tinggi secara dominan di Eropa.

"Kita di penghujung tahun ini juga sudah kebobolan akibat sejumlah kedatangan orang dari luar negeri. Kita harus disiplin pengendalian kedatangan luar negeri, jangan sampai terjadi berbagai tindakan memalukan, seperti kabur dari karantina dengan menyuap petugas, atas nama pangkat dan kedudukan seseorang ditoleransi kebijakan karantina," tegasnya.

2. Harga komoditas

Khususnya minyak bumi dan gas terus naik di 2022 berkonsekuensi terhadap membesarnya kebutuhan subsidi energi. Pemerintah harus segera melakukan reformasi subsidi energi agar plafon subsidi energi di tahun depan sebesar Rp134 triliun tidak membengkak. Lebih penting lagi agar subsidi energi lebih tepat sasaran.

3. Meningkatnya angka kemiskinan akibat pandemi covid-19

Hal ini memaksa Indonesia merumuskan strategi percepatan penurunan kemiskinan yang tepat. Diperkirakan tingkat kemiskinan di akhir 2021 sebesar 10,25 persen. Mengentaskan kemiskinan rakyat adalah salah satu pesan utama konstitusi.
 
"Oleh sebab itu agenda menurunkan tingkat kemiskinan rakyat harus menjadi porsi besar dalam kinerja pemerintahan kita. Agenda menurunkan kemiskinan harus dipadukan dengan penurunan stunting, dan reformasi subsidi untuk orang miskin," ucapnya.

4. Pasar keuangan global kemungkinan besar masih akan menghadapi ketidakpastian

Pangkal masalahnya karena pandemi covid-19 masih akan berlanjut di sejumlah negara, dan ketidakpastian sejumlah bank sentral negara maju menjalankan kebijakan tapering off, khususnya The Fed.

5. Pandemi covid-19 kemungkinan masih akan terjadi di sejumlah negara

Situasi ini berpotensi adanya stagflasi dan supply chain disruption. Pemerintah perlu memitigasi suplai komoditas kita yang berasal dari luar negeri, dan perlu menyiapkan antisipasinya bila sewaktu waktu terjadi tersendatnya pasokan suplai komoditas utama kita di dalam negeri.

6. Kebijakan ekonomi hijau menjadi tuntutan masyarakat global

Terlebih Indonesia menunjukkan komitmennya di berbagai forum forum internasional, baik di G20 maupun COP 26. Langkah itu harus dilakukan nyata pemerintah di tahun depan untuk mendorong transformasi ekonomi kita menuju pembangunan yang yang rendah emisi dan ramah lingkungan.

7. Beban bunga dan pokok utang yang berpotensi terus naik menjadi beban fiskal

Tren kenaikan Debt Service Ratio (DSR) terjadi secara konsisten sejak 2013. Pada 2020 DSR Indonesia mencapai 46,76 persen, dan tahun ini kemungkinan di 48 persen, lalu tahun depan diperkirakan 49 persen.
 
"Tekanan beban bunga dan pokok utang pemerintah ini harus dimitigasi dengan upaya penurunan tingkat bunga utang kita, keragaman sumber pembiayaan serta dukungan investasi, dan meningkatkan tingkat pendapatan negara," ucapnya.

8. Makin meluasnya penggunaan mata uang kripto

Hal ini terkait sebagai alternatif pembayaran digital dan investasi harus diantisipasi oleh Bank Indonesia, OJK, dan Bappebti. Saat ini Indonesia masih memberlakukan rupiah sebagai alat pembayaran yang paling sah berdasar Undang Undang Mata Uang.
 
"Bank Indonesia sebagai otoritas pembayaran harus mempersiapkan antisipasi bila uang kripto makin merongrong kewibawaan rupiah. Penegasan ini untuk memastikan bahwa rupiah defacto maupun dejure masih dijalankan. Setidaknya Bank Indonesia harus memastikan kesiapan rupiah digital sebagai alat bayar," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan