Payung hukum tersebut berupa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2016 tentang rincian jenis data dan informasi serta tata cara penyampaian data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan. PMK ini ditetapkan sejak 22 Maret dan berlaku sejak diundangkan.
Aturan ini merupakan revisi kelima dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2014 tentang rincian jenis data dan informasi serta tata cara penyampaian data dan informasi yang berkairan dengan perpajakan.
Dalam beleid yang dilansir di laman resmi Kementerian Keuangan, Rabu (30/3/2016) menyebutkan, bank atau lembaga penerbit kartu kredit diwajibkan melaporkan data transaksi nasabah kartu kredit yang bersumber dari billing statement yang memuat data-data berupa nama bank penerbit kartu kredit, nomor rekening kartu kredit, nomor ID dan nama merchant (pedagang), nama pemilik kartu, alamat pemilik kartu, NIK/Nomor paspor pemilik kartu, NPWP pemilik kartu, bulan tagihan, tanggal transaksi, rincian transaksi, nilai transaksi dalam rupiah serta limit atau batas nilai kredit yang diberikan untuk setiap kartu.
Data tersebut harus segera dilaporkan dalam bentuk langsung ke Direktorat Jenderal Pajak maupun secara elektronik (online) paling lambat 31 Mei 2016.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro meminta Presiden Jokowi untuk memberikan keleluasaan pada DJP dalam mengakses data. Menurut Bambang, tanpa data, akan sangat sulit mengumpulkan pajak yang akurat.
Dirinya mengatakan masih banyak potensi yang bisa dilakukan untuk menambah data wajib pajak, di antaranya melalui kerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Perbankan, Badan Intelejen Nasional (BIN).
"Kan perbankan tidak harus dengan membuka rekening. Pemakaian kartu kredit misalnya. Itu sesuatu yang bisa kita akses," jelas Bambang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id