Ilustrasi. (FOTO: ANTARA/Dhoni)
Ilustrasi. (FOTO: ANTARA/Dhoni)

Paket Kebijakan Ekonomi Jilid 9

Benahi Sektor Logistik, 5 Jenis Usaha Dideregulasi

Desi Angriani • 27 Januari 2016 18:57
medcom.id, Jakarta: Pemerintah akan membenahi sektor logistik demi meningkatkan efisien dan daya saing. Serta pembangunan konektivitas ekonomi desa-kota.
 
"Oleh karena itu lima jenis usaha dideregulasi," ungkap Menko Perekonomian Darmin Nasution, saat membacakan salah satu Paket Kebijakan Ekonomi ke IX, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (27/1/2016).
 
Lima jenis usaha tersebut yakni, pertama pengembangan usaha jasa penyelenggaraan pos komersial. Menurut Darmin, ini bertujuan untuk menyelaraskan ketentuan tentang besaran tarif untuk mendorong efisiensi jasa pelayanan pos.

Deregulasi ini dilatari adanya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 32 Tahun 2014 sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri  Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2015 yang menetapkan besaran tarif jasa pos komersial harus lebih tinggi dari tarif layanan pos universal yang ditetapkan pemerintah. Ketentuan ini dinilai membatasi persaingan pelaku penyelanggara pos komersial.
 
"Perubahan ini diharapkan mampu mendorong daya saing dan perluasan layanan usaha jasa kiriman yang dapat meningkatkan kegiatan logistik desa-kota secara efisien," ujar Darmin.
 
Kedua, penyatuan pembayaran jasa-jasa kepelabuhanan secara elektronik (single billing). Nantinya menyatukan pembayaran jasa-jasa kepelabuhanan secara elektronik (single billing) oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengoperasikan pelabuhan.
 
"Selama ini pelaku usaha yang menggunakan jasa kepelabuhan umumnya masih melakukan pembayaran secara parsial dan belum terintegrasi secara elektronik. Ini berdampak terhadap lamanya waktu pemrosesan transaksi (20 persen dari lead time) di pelabuhan," jelas dia.
 
Ketiga, sinergi BUMN membangun agregator/konsolidator ekspor produk UKM, geographical inidications, dan ekonomi kreatif melalui BUMN. Menurutnya, pemerintah ingin membuka peluang lebih besar kepada Usaha Kecil dan Menengah (UKM), terutama dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
 
"Selama ini beragam produk UKM, produk khas daerah, dan produk kreatif masyarakat masih sulit memenuhi ketentuan dan dokumen yang diperlukan ketika hendak mengekspor produknya," papar dia.
 
Keempat, sistem pelayanan terpadu kepelabuhan secara elektronik. Darmin mengatakan, Indonesia saat ini sudah memiliki portal Indonesia National Single Window (INSW) yang menangani kelancaran pergerakan dokumen ekspor impor.
 
Namun, efektifitas INSW dalam rangka penyelesaian dokumen kepabeanan belum didukung oleh sistem informasi pergerakan barang di pelabuhan yang terintegrasi (inaportnet), seperti yard planning system, kepabeanan, delivery order, trucking company, hingga billing system.
 
"Karena belum terpadunya pergerakan barang dan dokumen di pelabuhan maka berpengaruh terhadap lead time barang yang selanjutnya akan berdampak pada dwelling time di pelabuhan yang berdampak  pada kelancaran arus barang dan dwelling time inilah maka perlu pengembangan-pengembangan port system menjadi inaportnet yang terintegrasi ke dalam INSW," papar dia.
 
Kelima, penggunaan mata uang rupiah untuk transaksi kegiatan transportasi. Darmin menjelaskan, pembayaran beberapa kegiatan logistik seperti transportasi laut dan pergudangan masih menggunakan tarif dalam bentuk mata uang asing yang dikonversikan ke dalam mata uang rupiah dengan besaran kurs yang ditentukan oleh masing-masing pemberi jasa (tidak ada acuan kurs).
 
"Pada umumnya ketentuan kurs yang digunakan di atas kurs Bank Indonesia (BI). Untuk itu diperlukan kepastian tarif dalam bentuk mata uang rupiah dengan merevisi Instruksi Menteri Perhubungan nomor 3 tahun 2014," pungkas dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan