"Tentu kami lihat beberapa faktor yang membayangi risiko yang kami perkirakan masih akan berjalan di 2018," kata Ani sapaannya dalam acara Investor Gathering 2017 di Gedung Djuanda I, Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin 18 Desember 2017.
Ani menuturkan sejumlah risiko global tersebut di antaranya pengumuman Gubernur baru Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) pengganti Janet Yellen. Kemudian arah kebijakan kenaikan The Fed di tahun depan disusul kebijakan fiskal tax reform AS. Jika kebijakan moneter Amerika berhasil, kata Ani, inflasi yang terjadi nantinya akan mengkerek kenaikan suku bunga dunia pada tahun depan.
"Dengan berbagai arah kebijakan di AS baik fiskal ataupun moneter kami perlu lihat pengaruhnya ke separuh pengelolaan ekonomi Indonesia di APBN dan pembiayaan ekonomi kita," tuturnya.
Selain itu, pengaruh keanggotaan Uni Eropa atau Brexit serta geopolitik di Timur Tengah diperkirakan masih akan membayangi perekonomian global. Hal itu juga akan berdampak secara tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
"Begitu juga dengan pengaruh Brexit dan politik di Jerman dan sebagainya," imbuh dia.
Meski demikian Ani tetap optimistis ekonomi RI tahun depan bisa tumbuh hingga 5,4 persen. Sejumlah faktor domestik seperti kenaikan investasi sebesar 7 persen dan angka ekspor yang double digit di kuartal III/2017 diproyeksi mendongkrak pertumbuhan tahun depan. Momen pilkada 2018 dan kampanye Pilpres 2019 juga akan mendorong pertumbuhan konsumsi pada kuartal II tahun depan.
"Tahun depan konsumsi bisa tumbuh lima persen dan ekspor tumbuh lebih tinggi di 2018," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id