Bambang menjelaskan, setiap perusahaan asuransi perlu mereasuransinya aktivitas atau transaksinya. Sayangnya Indonesia tidak memiliki perusahaan reasuransi bahkan industri reasuransi yang mampu mengurus semua transaksi domestik.
"Ini berarti perusahaan asuransi Indonesia perlu mereasuransi uang mereka di luar Indonesia, dan pasti current account akan tercatat sebagai outflow," ujarnya. Dengan begitu secara langsung atau tidak langsung Indonesia melakukan impor industri jasa yakni reasuransi di luar Indonesia yang membuat defisit transaksi berjalan menjadi lebih besar.
Bambang juga menyebutkan Indonesia sebenanrnya memiliki perusahaan reasuransi yakni Reindo. Tapi perusahaan tersebut memiliki kapasitas yang sangat kecil.
"Maka dari itu perlu diperbesar supaya reasuransi itu ada di wilayah kita," kata Bambang. Selama ini perusahaan asuransi uangnya dilempar keluar karena tidak ada perusahaan reasuransi yang besar di Tanah Air.
Tanpa menyebut besaran, Bambang optimis jika perusahaan reasuransi bertumbuh maka defisit transaksi berjalan akan berkurang lumayan besar. Selain industri asuransi, Bambang juga menyebut industri perkapalan menyumbang defisit yng besar.
Oleh sebab itu, dia menghimbau kepada investor yang berkecimpung di industri jasa untuk mendorong pengembangannya. "Kita harus mempertimbangkan bagaimana posisi industri jasa terutama dalam ekspor impor, karena selama ini industri jasa yang surplus baru dari pariwisata, itupun belanja turis masih kecil," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News