Menteri Keuangan Sri Mulyani. Foto: AFP.
Menteri Keuangan Sri Mulyani. Foto: AFP.

Kesal APBN Dibilang Defisit Terus-terusan, Srimul: Kalau Gak Mau Defisit, Gak Usah Ada Subsidi!

Husen Miftahudin, M Ilham Ramadhan • 03 Februari 2023 16:25
Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati kesal dengan banyaknya pihak yang masih mempertanyakan kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang masih mengalami defisit, meski berbagai indikator ekonomi membukukan catatan impresif.
 
"APBN itu adalah fleksibel. Kalau seandainya APBN mau di-balance-kan, bisa saja, PLN tidak saya bayarkan Rp171 triliun, Pertamina tidak usah saya bayarkan Rp379 triliun, itu langsung nol defisitnya. Mau PLN dan Pertamina?" ketus Sri Mulyani (Srimul) dalam Kuliah Umum Media Indonesia bertajuk Kondisi Ekonomi dan Fiskal Indonesia di Tahun Politik di Kompleks Media Grup, Jakarta, Jumat, 3 Februari 2023.
 
Anggaran yang disebutkan Srimul itu merupakan realisasi belanja subsidi dan kompensasi energi sepanjang 2022, totalnya sebanyak Rp551,2 triliun. Rinciannya, terdiri atas kompensasi sebesar Rp379,3 triliun yang diberikan kepada Pertamina dan Rp171,9 triliun yang diberikan kepada PLN berupa subsidi.

Jika kedua anggaran tersebut dicabut demi APBN seimbang atau tidak defisit, maka tidak akan ada kompensasi dan subsidi di bidang energi. Artinya, harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar subsidi, pertalite, hingga pertamax bakal mudah berubah (volatil) karena mengikuti harga pasar. Tidak seperti saat ini, dimana harga BBM bersubsidi cenderung tetap dalam jangka waktu yang cukup lama.
 
Pun demikian dengan kelistrikan. Jika anggaran subsidi PLN dicabut, maka tarif listrik untuk semua daya bakal sama sesuai dengan tarif keekonomiannya. Saat ini, pemerintah membeda-bedakan tarif listrik, khususnya untuk pelanggan rumah tangga daya 450 volt ampere (VA) bersubsidi yang saat ini sebesar Rp415 per kWh dan pelanggan rumah tangga daya 900 VA bersubsidi sebesar Rp605 per kWh.
 
Jika mengacu pada harga keekonomian, maka tarif listrik sesungguhnya adalah sekitar Rp1.400 sampai Rp1.500 per kWh. Tarif ini sekarang dirasakan pada pelanggan rumah tangga daya 1.300-2.200 VA yakni sebesar Rp1.444,70 per kWh.
 
APBN fleksibel sesuai kebutuhan
 
Srimul menekankan APBN merupakan alat keuangan negara yang didesain fleksibel untuk memenuhi kebutuhan. Karenanya, selisih anggaran alias defisit pasti terjadi dan menjadi bukti fleksibilitas kebijakan keuangan.
 
Menurut dia, defisitnya anggaran negara bukan semata karena pengelola keuangan menginginkan adanya selisih kekurangan anggaran. Defisit itu timbul karena adanya keharusan pemerintah untuk menjaga perekonomian dan melindungi masyarakat.
 
"Kita membuat defisit itu bukan karena kita hobi dengan defisit apalagi dibilang hobi ngutang, gitu kan. Itu adalah sebuah desain, Indonesia itu butuh apa," tuturnya.
 
Pada masa pandemi covid-19, misalnya, pemerintah memperlebar defisit anggaran dari kewajaran. Itu dilakukan karena perekonomian melambat dan berdampak buruk pada masyarakat. Karenanya pemerintah menambah alokasi belanja untuk menahan pemburukan dampak virus.
 
Sebagai alat keuangan negara, APBN disusun untuk melawan siklus pelemahan ekonomi (counter cyclical). Alih-alih menaikkan target penerimaan dan membebani masyarakat, pemerintah menaikkan alokasi belanja untuk mendukung masyarakat. Sedangkan di saat ekonomi nasional mulai menunjukkan pemulihan dan penguatan, APBN akan mengendurkan perannya untuk menjaga keseimbangan.
 
"Ekonomi adalah bicara tentang confidence, maka consumer confidence, harga dijaga melalui keseimbangan supply demand, tidak harus selalu subsidi. Tapi kita juga memperkuat ekonominya. Kalau makin kuat, ya subsidi makin turun," jelas Srimul.
 
Baca juga: Anggaran Negara Dipakai Buat Lindungi Orang Miskin hingga Peningkatan SDM

 
Sulit bikin defisit anggaran jadi nol
 
Ia melanjutkan, APBN tidak selalu bisa menjadi penopang utama perekonomian, dan tak selalu harus fokus mengejar pendapatan. Karenanya, instrumen fiskal itu tak dijadikan tujuan untuk mengelola keuangan negara.
 
Keharusan membuat defisit anggaran menjadi nol, kata Srimul, sulit dilakukan ketika perekonomian bersifat dinamis. Karenanya, APBN penting untuk dijaga keberlanjutan dan kemampuannya guna memenuhi kebutuhan negara.
 
"Yang penting sustainability dalam jangka panjang. Jadi artinya apakah pas pada saat APBN kerja keras itu menjadi terlalu keras sehingga apbn-nya betul-betul jebol dan kemudian tidak sustainable, ini yang bisa menimbulkan krisis ekonomi sama kaya seperti yang di Sri Lanka," jelasnya.
 
"Ini yang menggambarkan tadi APBN adalah tools dia bukan tujuan. Kalau ekonominya lebih kuat, kita segera mereform perpajakan untuk mendapat penerimaan negara, nanti pas musim lagi jatuh, APBN yang kembali menarik (perekonomian), sehingga dia akan terus mengalami siklus yang akan disesuaikan dengan kondisi," pungkasnya.
 
*Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id*
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan