Ketua Badan Anggaran (Banggar) dari Fraksi Golkar Ahmadi Noor Supit. FOTO: ANTARA/PUSPA PERWITASARI
Ketua Badan Anggaran (Banggar) dari Fraksi Golkar Ahmadi Noor Supit. FOTO: ANTARA/PUSPA PERWITASARI

Ketua Banggar: Asumsi RAPBN 2016 Pemerintah Terlalu Ambisius

Surya Perkasa • 14 Agustus 2015 18:26
medcom.id, Jakarta: Ketua Badan Anggaran DPR RI Ahmadi Noor Supit mengkritik Pidato Nota Keuangan dan RAPBN 2016 yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo. Selain tidak merinci bidang prioritas, asumsi yang dipakai di RAPBN 2016 dinilai ambisius.
 
"Itu cukup ambisius," tegas Supit usai pembacaan pidato di dalam Rapat Paripurna Pembukaan DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2015).
 
Salah satu yang dicontohkannya adalah pertumbuhan penerimaan pajak 5,5 persen. Presiden Jokowi tidak merinci lebih lanjut mengenai pajak di bidang apa yang bertumbuh dan mana yang tidak mengalami pertumbuhan.

Hal ini juga bermasalah karena Supit sangsi pertumbuhan penerimaan pajak di tahun berikutnya dapat direalisasi. Pernyataan Supit ini bercermin kepada pertumbuhan penerimaan pajak tahun ini.
 
"Kalau kita melihat dari sisi penerimaan, logikanya pertumbuhan tidak segitu. Sekarang ini pemerintah masih optimistis pertumbuhan 5,5 persen. Padahal kalau sampai semester 2 berakhir, kita perkirakan tidak sampai lima persen di 2015. Paling tinggi 4,8-4,9 (persen)," terang politikus Golkar ini.
 
Indikator makroekonomi lain, misalnya inflasi juga dinilai terlalu optimistis. Pemerintah menyetel inflasi dalam RAPBN 2016 di angka 4,7 persen. Sementara, saat ini inflasi sudah lewat dari angka enam persen.
 
"Bahkan bisa tujuh persen di tahun ini. Ini juga salah satu yang saya kira sangat optimistis. Tapi kita lihat realisasinya di akhir tahun," tegas dia.
 
Asumsi kurs rupiah yang dipakai pemerintah pun berada di luar dugaan dalam arti yang lain. Pemerintah meletakkan kurs di angka Rp13.400 per USD. Sedangkan di pembahasan dengan DPR sebelumnya tidak sampai Rp13.200 per USD.
 
Pemerintah dinilai cukup merasa realistis dalam soal kurs yang terus merosot. Namun asumsi ini akan berbahaya jika rupiah menembus angka Rp15.000 per USD. Jika Gubernur Bank Indonesia (BI) dan tim ekonomi yang sempat dirombak sebagian akan menyebabkan kepercayaan pelaku usaha semakin menipis.
 
Muaranya jika pemerintah tidak dapat menekan lonjakan nilai tukar rupiah yang terus melonjak, akan banyak pengusaha yang menyatakan default karena tak mampu membayar utang.
 
"Kalau itu lebih cepat dari perkiraan kita, mereka akan menyatakan diri bangkrut, dan akan terjadi PHK di mana-mana. Itu yang sangat berbahaya," pungkas Supit.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan