Agus dikenal lebih berani untuk bersifat hawkish atau mengambil arah kebijakan yang cenderung memiliki dampak yang lebih besar. Sedangkan Darmin dikenal bersifat dovish atau arah kebijakan yang diambil cenderung memiliki risiko yang lebih kecil.
Menanggapi pandangan tersebut, dalam konferensi pers Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK), Agus lantas bercerita, kondisi yang jauh berbeda antara dirinya dengan era Darmin saat menjabat posisi
yang sama. Otoritas moneter saat ini menghadapi tantangan cukup berat dari gejolak faktor eksternal maupun internal.
Menurut Agus, saat Darmin menjabat sebagai Gubernur BI, ekonomi Amerika Serikat sedang mengalami perbaikan sehingga negeri Paman Sam tersebut banyak menggelontorkan dana murah pada semua negara yang memiliki risiko paling aman.
"Pada periode Pak Darmin menjadi Gubernur BI, selama 3-4 tahun ada kebijakan Quantitative Easing (QE) dari Bank Sentral AS untuk memperbaiki krisis 2008. Mereka menggelontorkan dana murah ke dunia," terang dia, di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis (13/8/2015).
Namun, saat kursi kepemimpinan Darmin diserahkan ke dirinya yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Keuangan (Menkeu) pada Mei 2013, kondisi ekonomi mulai ada tekanan, di mana era quantitative easing (QE) atau stimulus moneter yang digelontorkan AS, secara perlahan mulai ditarik ke negara asalnya.
"Tapi beberapa hari setelah saya menjabat, Bernanke (Gubernur Bank Sentral AS) mengumumkan normalisasi QE. Nah orang selalu membayangkan dan menuntut ekonomi Indonesia tumbuh," tuturnya.
Dalam kondisi seperti itu, dirinya lebih memilih untuk mendahulukan stabilisasi sistem keuangan atau makroekonomi Indonesia dibanding pertumbuhan ekonomi. Sebab Agus mengaku bahwa jika catatan defisit transaksi berjalan Indonesia sangat besar dari PDB, bisa dihukum oleh dunia dan terjadi pembalikan arus dana asing.
"Makanya kita lakukan penyesuaian suku bunga acuan (BI Rate). Ini hukum alam dan kita tidak bisa melawan pasar tapi tetap harus mengikuti kebijakan. Jadi kondisi ini berbeda sehingga BI perlu membuat kebijakan yang beda antara dulu dan sekarang," tegas Agus.
Lebih lanjut, dirinya memastikan, BI akan terus berada di pasar dan merespons dengan bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News